Senin 12 Dec 2022 13:38 WIB

Hakim Yang Mulia dan Mafia Peradilan

Lebih dari 20 hakim yang ditangkap akibat kasus korupsi sejak 2015.

Red: Joko Sadewo
Tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh saat dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). KPK melakukan penahanan terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung yang  juga menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Sementara, guna memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap Gazalba Saleh selama 20 hari pertama mulai 8-27 Desember 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh saat dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). KPK melakukan penahanan terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung yang juga menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Sementara, guna memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap Gazalba Saleh selama 20 hari pertama mulai 8-27 Desember 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Republika/Thoudy Badai

Oleh : Ilham Tirta, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Hari antikorupsi sedunia atau Harkodia yang diperingati pada Jumat, 9 Desember 2022 lalu, seakan tidak berkesan. Korupsi seperti telah menggurita di semua sisi kehidupan bangsa Indonesia. Gunung es penghianatan tidak lagi hanya tampak pada birokrat pemerintahan. Kini, fenomena yang sama terungkap pada lembaga pendidikan dan peradilan. Tidak ada kebanggaan dalam angka-angka laporan pengungkapan kejahatan, melainkan keprihatinan yang makin mendalam.

Jika korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka korupsi yang dilakukan oleh seorang hakim adalah kejahatan luar biasa yang berlapis-lapis. Hakim dengan wewenang dan kemuliaannya tidak hanya penimbang yang salah dan benar, tetapi juga pemutus nasib seseorang, masyarakat, dan lebih luas lagi nasib seluruh bangsa. Karena itu, korupsi penanganan perkara yang baru saja terungkap di Mahkamah Agung (MA) tidaklah bisa diterima, setidaknya oleh akal sehat.

Sebagai lembaga tinggi negara, MA sejatinya terlepas dari pengaruh semua cabang kekuasaan lainnya, Presiden sekalipun dia. Dan bagaima mungkin hakim MA dikendalikan oleh keinginan perorangan! Hingga pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 9 orang hakim dan pegawai MA sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara. Malangnya lagi, dua di antaranya adalah Hakim Agung.

Dimulai dengan penangkapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan sejumlah orang lainnya pada September 2022, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka. Selain Sudrajad, mereka yang tersangka adalah Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA, Elly Tri Pangestu; dua PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua PNS MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB). Para hakim dan pegawai MA itu diduga disuap oleh pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno dan dua pihak berperkara, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Kedua nama terakhir adalah debitur KSP Intidana.