Selasa 13 Dec 2022 10:55 WIB

WhatsApp akan Blokir Aplikasi di Inggris?

RUU keamanan daring di Inggris meminta perusahaan untuk menghilangkan enkripsi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Whatsapp
Foto: EPA/Ritchie B.Tongo
Whatsapp

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Daring yang kontroversial terus berproses di parlemen Inggris. Kepala WhatsApp telah memberi isyarat bahwa perusahaan lebih memilih untuk memblokir aplikasi di Inggris Raya (UK) daripada memecahkan enkripsi end-to-end seperti yang diwajibkan oleh undang-undang.

Masalahnya, WhatsApp adalah sebuah produk global yang produknya tidak mungkin dikecualikan di suatu negara. 

Baca Juga

“RUU tersebut menyediakan pemberitahuan teknologi yang mengharuskan penyedia komunikasi untuk menghilangkan enkripsi end-to-end ,” kata Will Cathcart kepada The Telegraph, dilansir dari Evening Standard, Selasa (13/12/2022).

Mengapa Pemerintah mengincar enkripsi?

Bagian kontroversial dari RUU tersebut mengharuskan perusahaan untuk membantu mencegah penyebaran pelecehan anak dengan memindai pesan. Ini adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan dengan enkripsi end-to-end. Sebab, enkripsi end to end menjamin hanya pengirim dan penerima yang dapat membaca isinya.

RUU tersebut memberi Office of Communications (Ofcom) kekuatan untuk memaksa perusahaan menggunakan “teknologi yang sangat akurat untuk memindai saluran publik dan pribadi untuk materi pelecehan seksual terhadap anak”.

Pemerintah Inggris telah lama berjuang melawan enkripsi end-to-end yang sejauh ini tidak berhasil. Pakar teknologi sebagian besar menentang upaya untuk melemahkan enkripsi, dengan menunjukkan bahwa tidak ada pintu belakang yang hanya dapat dibuka oleh penegak hukum.

Di Inggris, Whatsapp memiliki sekitar 40 juta pengguna. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dua miliar pelanggan WhatsApp di seluruh dunia.  Mengubah cara kerja aplikasi adalah pekerjaan berat bagi sebagian kecil pengguna, terutama jika perubahan tersebut akan membuat  marah pendukung privasi di negara lain.

Pada 2014, Spanyol memperkenalkan undang-undang yang dirancang untuk mendukung outlet media dengan mengenakan pajak pada mesin berita yang membagikan berita utama dan cuplikan. 

Reaksi Google adalah menarik Google News dari negara tersebut. Alih-alih memberi situs berita lebih banyak pendapatan, lalu lintas web mereka menderita karena calon pembaca tidak dapat lagi menemukannya. Delapan tahun kemudian, pemerintah Spanyol mengubah undang-undang tersebut dan Google News kembali ke Spanyol.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement