Ahad 18 Dec 2022 05:18 WIB

Survei Sebut 53 Persen Brand Ogah Bayar Biaya Langganan Twitter

Brand lebih suka menggunakan uang mereka untuk hal lain dibanding verifikasi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Twitter Blue
Foto: twitter
Twitter Blue

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Twitter Blue adalah inisiatif unggulan Elon Musk untuk versi baru jejaring sosialnya. Namun, layanan langganan berbasis biaya Twitter ini tidak mendapat sambutan hangat dari merek.

Dilansir dari Malay Mail, Kamis (15/12/2022), menurut sebuah penelitian, mayoritas dari mereka tidak tertarik membayar satu sen pun untuk akun terverifikasi.

Baca Juga

Untuk mendapatkan status terverifikasi, pengguna harus membayar. Tetapi merek bukanlah penggemar konsep tersebut.

Survei Capterra terhadap 300 profesional pemasaran dan periklanan Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa 53 persen dari mereka tidak mungkin membayar biaya langganan bulanan 8 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 124.975,- untuk mendapatkan akun terverifikasi di Twitter.

Sebanyak 51 persen dari mereka yang disurvei mengakui bahwa verifikasi akun “sangat penting”. Tiga dari lima pedagang bahkan mereka bahwa kehilangan lencana sertifikasi Twitter dapat berdampak signifikan pada sasaran periklanan dan media sosial mereka.

Namun, brand lebih suka menggunakan uang mereka untuk promosi konten mereka yang lebih baik (58 persen), penargetan pengguna yang lebih baik (56 persen) dan keamanan yang lebih baik (43 persen) daripada verifikasi (41 persen).

Dengan maraknya komentar dan misinformasi di Twitter, banyak merek memikirkan kembali kebutuhan mereka untuk berada di platform itu. Sementara 23 persen telah menangguhkan iklan di platform, sebanyak 36 persen berencana melakukannya.

Sebanyak 65 persen pengiklan di Twitter mengatakan iklan di platform saat ini “berisiko” untuk merek mereka. Namun 60 persen responden berencana untuk meningkatkan belanja iklan mereka di Twitter dalam enam bulan ke depan, dan 61 persen juga berencana melakukan hal yang sama di platform online lainnya. Hanya 21 persen yang berencana menurunkan anggaran mereka.

Sementara banyak pengguna online memperkirakan kematian Twitter, beberapa merek semakin beralih ke Instagram (76 persen), Facebook (75 persen), dan TikTok (60 persen). Ini diikuti oleh YouTube (57 persen), LinkedIn (37 persen), Reddit (29 persen), Snapchat (27 persen), Pinterest (23 persen) dan Twitch (20 persen).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement