REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mengatakan, impor beras 200 ribu ton yang dilakukan Bulog sebagai keputusan yang mengkhianati kedaulatan pangan nasional. Hal ini patut dilawan oleh seluruh anak negeri karena ide ini telah ditolak sejak awal dimunculkan.
"Kemarin begitu bangganya Presiden Jokowi mengklaim tidak ada impor beras dalam tiga tahun terkahir, namun begitu kondisi perberasan di tanah air cukup kondusif dari sisi produksi yang surplus dan harga komersial yang cukup kompetitif malah diketok keputusan impor 200 ribu ton pada Desember ini," ujar Johan saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (18/12/2022).
Johan mengatakan keputusan impor beras akan mengancam kesejahteraan petani. Pasalnya, impor beras dilakukan pada saat petani akan melakukan panen raya pada awal 2023. Johan menyebut impor beras sengaja dilakukan untuk mengacaukan tata niaga beras yang mulai kompetitif di Tanah Air.
"Di mana keberpihakan pemerintah pada nasib petani, padahal pada setiap pidato kenegaraan selalu diangkat isu ingin meningkatkan kesejahteraan petani dengan menargetkan NTP pada 104 poin, tapi malah wujud kebijakan pemerintah selalu merugikan dan membuat petani menangis," ucap Johan.
Johan menilai pemerintah mempertontonkan kelemahan kepemimpinan untuk menegakkan kedaulatan pangan nasional. Dia menyenutt pemerintah saling bertengkar di ruang parlemen, mempertontonkan model pemerintahan yang tidak kompak, tidak ada koordinasi, data yang tidak valid, dan tidak mengutamakan kepentingan petani dan rakyat Indonesia.
Terlebih, lanjut Johan, alasan dari Bulog untuk pemenuhan CBP yang 650 ribu ton dan telah disepakati di ruang Komisi IV untuk melakukan penyerapan beras dari petani selama enam hari, namun tetap nekat melakukan impor beras 200 ribu ton.
"Kita tolak impor beras ini karena akan menyakiti sekitar 30 juta petani yang telah berkeringat melakukan usaha tani memproduksi beras untuk kepentingan pangan nasional," ucap pria asal Sumbawa tersebut.