Selasa 20 Dec 2022 14:52 WIB

WHO Harapkan Darurat Kesehatan Covid-19 Berakhir Tahun Depan

Covid-19 diharapkan tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Covid-19 diharapkan tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.
Foto: www.wikimedia.com
Covid-19 diharapkan tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berharap tahun depan Covid-19 tidak lagi menjadi darurat kesehatan global. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan bahwa kriteria untuk mengakhiri status darurat akan segera dibahas.

Ghebreyesus mengatakan, pembahasan mengenai hal tersebut rencananya bakal dilakukan saat komite darurat Covid-19 WHO bertemu pada Januari 2023. Meski status darurat nantinya berakhir, masih ada masalah yang dihadapi warga dunia.

Baca Juga

"Tentu saja, virus ini tidak akan hilang. Ini akan tetap ada, dan semua negara perlu belajar mengelolanya bersama penyakit pernapasan lainnya, termasuk influenza dan virus pernapasan musiman (RSV)," kata Ghebreyesus, dikutip dari laman Fortune, Selasa (20/12/2022).

Saat ini, baik influenza maupun RSV beredar secara intensif di banyak negara. Selain peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit lain, Ghebreyesus merekomendasikan pula upaya untuk mencegah kasus kematian akibat Covid-19 yang masih terjadi.

Setahun yang lalu, ketika omicron mulai terdeteksi, varian virus itu membuat 50 ribu orang terbunuh setiap pekan. Tercatat pada pekan lalu, kasus kematian akibat omicron kurang dari 10 ribu jiwa. Walaupun menurun, angka kematian itu dinilai masih terlalu besar.

Masih ada "pekerjaan rumah" yang harus dilakukan pemerintah negara-negara di dunia agar bisa menyelamatkan banyak nyawa. Dalam pandangan Ghebreyesus, Covid-19 akan terus ada. Tugas setiap orang adalah mulai terbiasa dengannya.

Tantangan yang ditimbulkan virus itu bakal tetap bertahan, sehingga proses vaksinasi di sejumlah negara, utamanya negara berpenghasilan rendah, amat krusial. Pemerintah tiap negara perlu memungkinkan warganya punya akses ke diagnosis kasus dan perawatan, sehingga pengawasan infeksi virus tidak melemah.

Ada pula tantangan besar lain yang disoroti Ghebreyesus, yaitu kasus long Covid yang mengimbas sekitar 10 persen hingga 20 persen pasien yang pernah mengidap Covid-19. Beban kondisi pasca infeksi Covid-19 dinilai cenderung meningkat.

Dalam pernyataannya, Ghebreyesus pun mendesak Cina untuk berbagi data dan melakukan studi yang diminta WHO. Pasalnya, WHO berharap bisa lebih memahami asal-usul virus. "Saat dunia ingin mengakhiri keadaan darurat Covid-19, kami masih perlu memahami bagaimana ini dimulai. Seperti yang sudah saya katakan berkali-kali, semua hipotesis tetap ada," ungkap Ghebreyesus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement