REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia mengatakan, kasus gagal ginjal akut pada anak akibat obat sirop terjadi karena ada oknum yang memanfaatkan celah untuk menipu anggota GP Farmasi Indonesia. Mereka adalah supplier bahan kimia pelarut.
"Ada oknum yang memanfaatkan celah atau kesempatan untuk menipu, mereka adalah supplier bahan kimia pelarut. Dari 120 industri farmasi yang memproduksi sirop, ada yang tertipu," ujar Direktur Eksekutif GP Farmasi Indonesia Elfiano Rizaldi, Selasa (20/12/2022).
Ia menambahkan, GP Farmasi Indonesia sudah menemukan penyebabnya adalah oknum supplier bahan kimia pelarut. Ia menegaskan, oknum ini yang harus diberikan sanksi yang berat. Ia menyebutkan, pelarut bahan kimia obat sirop yang resmi adalah dietilen glikol (DEG), etilen glikol (EG), hingga Glycerine. Namun, DEG dan EG ini yang ternyata dimanfaatkan oleh penyalur bahan kimia pelarut.
"Jadi, ini bukan karena sistemik prosedur aturan yang tidak ada standar operasional prosedur (SOP), melainkan dimanfaatkan oleh oknum," katanya.
Ia menambahkan, lebih dari 160 industri farmasi dan 120 industri farmasi yang memproduksi sirop, ternyata ada yang tertipu. Hal ini berbeda dengan kondisi kesalahan sistemik, maka semua industri farmasi pasti salah. Kendati demikian, GP Farmasi mengingatkan kembali seluruh anggotanya untuk meningkatkan kewaspadaan di lingkungan obat-obatan.
"Karena namanya maling, penipu itu pasti ada. Kalau tidak waspada maka ada celah buat masuk," katanya.
Jadi, ia meminta anggota GP Farmasi Indonesia supaya meningkatkan kembali kewaspadaan terhadap semua bahan baku zat pelarut obat. GP Farmasi Indonesia juga memberikan masukan kepada regulator termasuk Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait standar pengawasan zat pelarut yang belum diatur supaya dibuat tambahan aturan.
"Memang aturannya sudah berlaku selama ini yang mengacu pada standar internasional, tetapi ada celah. Makanya mungkin bisa menambahkan aturan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia Tirto Koesnadi menambahkan, terjadinya cemaran EG dan DEG disebabkan karena dua hal, yakni pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan Profilen Glikol (PG) menjadi EG/DEG.
"Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isinya telah dicampur EG," katanya.
Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat. GP Farmasi Indonesia melihat bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG dan DEG pada obat jadi sirup, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri Farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.
Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5 persen dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2 persen dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan lebih dari 94 persen obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.