REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nadiah Hidayati, Analis Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah
Pemerintah melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) terus bergerak melakukan aksi – aksi nyata untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Komitmen pemerintah untuk mempercepat perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air diwujudkan dengan terlaksananya Rapat Pleno Ketiga Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 20 Desember 2022 mengangkat tema “Mewujudkan Indonesia menjadi Pusat Produsen Halal Terkemuka di Dunia”. Rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin, selaku Ketua Harian KNEKS beserta Menteri Keuangan, Sri Mulyani, selaku Sekertaris Harian KNEKS menyampaikan fokus saat ini adalah memperkuat pengembangan ekosistem industri halal dan keuangan syariah di Indonesia.
Saat ini, Indonesia baru menempati posisi ke-4 dunia pada tahun 2022 (Global Islamic Economy Report 2021/2022). Meskipun tidak mengalami peningkatan peringkat dari tahun sebelumnya, sektor halal food Indonesia mengalami peningkatan dua peringkat dari tahun sebelumnya. Saat ini, sektor halal food berada di posisi ke-2 dunia. Indonesia juga menempati peringkat ke-3 dalam sektor Fesyen Muslim, dan peringkat ke-6 dalam sektor Farmasi & Kosmetik Halal.
Dewasa ini, kesadaran dalam mengonsumsi produk halal merupakan sebuah urgensi yang datangnya bukan hanya dari masyarakat Indonesia melainkan juga dari masyarakat dunia. Berdasarkan laporan Global Islamic Economy Report 2021/2022, total pengeluaran 1,9 miliar masyarakat muslim dunia untuk makanan, farmasi, kosmetik, fashion, pariwisata, dan media/rekreasi mencapai 2 triliun dolar AS pada 2021. Pengeluaran ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 8,9 persen dari tahun sebelumnya. Pengeluaran masyarakat Muslim dunia juga diperkirakan mencapai 2.8 triliun dolar AS pada 2025.
Indonesia dengan mayoritas penduduknya adalah muslim memiliki peluang besar untuk dapat menjadi nomor satu produsen produk halal dunia. Potensi ini tentu harus didukung ekosistem yang kuat. Untuk mewujudkan itu, diperlukan sinergi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan.
Banyak tantangan yang harus diselesaikan untuk mampu menjadikan sektor halal sebagai pilar utama dalam mendukung perekonomian nasional. Salah satunya ialah pengembangan riset dan inovasi yang strategis, tepat guna, dan berdampak besar pada pengembangan industri agar produk halal Indonesia memiliki daya saing tinggi di dunia internasional.
Adopsi teknologi dalam pengembangan produk halal diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk halal Indonesia tidak hanya di pasar domestik namun juga di pasar global. Lingkup riset dan pengembangan teknologi produk halal mencakup di antaranya bahan halal, produk halal unggulan, teknologi produksi halal, teknologi halal 4.0, dan alat uji cepat produk halal.
KNEKS bersama dengan para pemangku kepentingan terkait seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga telah mendorong lahirnya program-program riset dan inovasi halal di antaranya peresmian fasilitas riset pangan BRIN di Gunung Kidul, Yogyakarta sebagai laboratorium rujukan riset halal Indonesia. Kolaborasi KNEKS dan BRIN juga menghasilkan penyelenggaraan kegiatan “Halal Tech Expo & Forum 2022” dalam rangka mendorong terjadinya sinergi antara peneliti dan praktisi dalam hal pemanfaatan teknologi dan kerja sama di bidang produk halal.
Penguatan Pusat – Pusat Riset dan Teknologi Halal juga dibutuhkan untuk mendukung visi Indonesia menjadi Pusat Produsen Halal Dunia 2024. Saat ini terdapat dua usulan pendirian dan peresmian Fasilitas Riset dan Laboratorium Halal Pusat Riset BRIN yang dapat diresmikan oleh Bapak Wakil Presiden, antara lain: (1) Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai “Fasilitas Pengembangan Teknologi Produk Halal Berbasis Maritim Nasional” (2) Pusat Riset Teknologi Tepat Guna BRIN di Subang sebagai “Fasilitas Pengembangan Teknologi Tepat Guna untuk UMKM Produk Halal Nasional”.
Selain itu, isu ketahanan pangan yang sedang ‘hot’ diperbincangkan juga menjadi perhatian. Industri halal memainkan peranan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan harus didukung oleh pengembangan teknologi. Teknologi-teknologi tersebut seyogyanya juga memenuhi konsep kriteria halal terutama untuk di sektor pangan, farmasi, dan fashion.
Yang terakhir ialah anggaran riset halal. Anggaran riset di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan laporan Bank Dunia tahun 2019, anggaran riset di tanah air hanya mencapai 0,08 persen dari GDP. Angka ini masih sangat rendah dibandingkan negara – negara ASEAN lainnya. Peran pemerintah sangat diperlukan terkait insentif anggaran riset, khususnya riset industri halal.
Sri Mulyani dalam pernyataannya pada Rapat Pleno Ketiga KNEKS menyampaikan terkait insentif penambahan anggaran untuk BRIN terutama untuk fokus penelitian pada ketahanan pangan dan industri halal. Selain itu, penambahan anggaran juga diberikan pada dana abadi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk mendukung riset-riset yang butuh fleksibilitas seperti riset yang dengan jangka waktu lebih dari satu tahun dan riset di perguruan tinggi.
Pemerintah juga telah memberlakukan Insentif Super Deduction untuk para pelaku industri. Kebijakan ini memberikan fasilitas pengurangan pajak bagi para industri yang melakukan riset. Dengan demikian, penguatan ekosistem riset tidak hanya berada di lembaga dan perguruan tinggi tetapi juga di pelaku industri.
Harapannya, adopsi teknologi, penguatan pusat-pusat riset dan inovasi halal, serta insentif penambahan anggaran dapat mendukung terbentuknya ekosistem riset halal yang kuat di Indonesia. Penguatan riset, teknologi, dan inovasi dilakukan melalui pembentukan Konsorsium Riset Halal Prioritas dan Rencana Aksi Riset Halal 2022 – 2024 di bawah koordinasi BRIN.