REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Kasus pencabulan yang dilakukan oknum guru terhadap siswanya di Kabupaten Cirebon, menimbulkan keprihatinan. Guru yang semestinya menjadi pendidik dan pelindung, malah menjadikan siswanya sebagai pelampiasan hasrat menyimpangnya.
Seorang pengamat sosial di Kota Cirebon, Dr Khaerudin Imawan, menilai, kasus itu bisa terjadi salah satunya akibat relasi kuasa yang disalahgunakan. Semestinya, relasi kuasa antara guru dan siswanya hanya untuk kepentingan pembelajaran. ‘’Jika relasi kuasa sudah keluar dari koridor, maka siswa harus berani menolak walaupun guru memberi ancaman,’’ kata Khaerudin kepada Republika.
Untuk itu, Khaerudin menyatakan, para siswa semestinya diberikan bekal dan pemahaman untuk berani menolak relasi kuasa yang disalahgunakan oleh gurunya. Walau siswa harus menurut kepada guru, namun tetap ada batasan yang tidak boleh dilanggar.
Dalam kasus seperti itu, Khaerudin menilai, institusi pendidikan, orang tua dan sistem yang diterapkan di sekolah berperan sangat penting. Dia pun menyoroti pengawasan internal di institusi pendidikan. Jika pengawasan itu dilakukan secara ketat, maka kasus seperti itu bisa diminimalisasi.
Selain itu, lanjut Khaerudin, peran gawai juga sangat besar dalam mendorong perilaku seseorang. Menurutnya, gawai bisa menjadi medium yang mengubah pikiran dan perilaku seseorang. ‘’Makanya, medium tadi harus diperlakukan secara bijak karena bisa menjadi akses bagi pelaku untuk berbuat jahat,’’ tukas pria yang juga menjadi pengajar di Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon tersebut.
Khaerudin menambahkan, secara psikologi, terdapat traumatik yang dialami pelaku karena dulunya pernah menjadi korban pencabulan. Akibat trauma itu, pelaku memendam keinginan untuk melampiaskan hasratnya sehingga mendorongnya berubah dari korban menjadi pelaku.
Untuk mengatasi traumatik itu, maka seseorang harus lebih bersifat terbuka dan tidak tertutup. Memiliki pergaulan yang lebih luas dan sering berdiskusi dengan orang yang tepat, bisa memberikan energi yang besar untuk menuntun seseorang pada hal yang positif.
Khaerudin menambahkan, peran orang tua juga sangat besar dalam memberikan pendampingan kepada anak yang menjadi korban. Dia meminta agar orang tua tidak bersikap menyalahkan dan justru harus memotivasi anak agar tidak trauma. '’Walau menjadi korban, tapi anak masih punya masa depan. Motivasi itu harus diberikan kepada anak,’’ cetus Khaerudin.
Seperti diketahui, jajaran Satreskrim Polresta Cirebon berhasil mengamankan pelaku pencabulan anak di bawah umur. Dari hasil pemeriksaan, pelaku ternyata merupakan oknum tenaga pengajar dan korban adalah muridnya.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman, melalui Kasat Reskrim, Kompol Anton, mengatakan, pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut berinisial SR (25), warga Kabupaten Cirebon. ''Korbannya berjenis kelamin laki-laki yang masih berusia 13 tahun dan merupakan salah satu murid SR,'' ujar Anton, Rabu (28/12/2022).
Dalam menjalankan aksi bejatnya, tersangka SR mengajak korban menonton video porno di handphone miliknya. Setelah itu, tersangka memaksa untuk melakukan tindakan pencabulan terhadap korban. Tersangka mengancam akan menghukum korban jika tidak menuruti keinginannya.
Kasus itu terbongkar setelah korban mengadu kepada orang tuanya. Orang tua korban yang tidak terima dengan perlakuan tersangka kemudian melapor ke Satreskrim Polresta Cirebon. Polisi pun bertindak cepat dengan menangkap tersangka.