Jumat 06 Jan 2023 13:34 WIB

Korban Perkosaan Masih Belia, Apa Risikonya Jika Meneruskan Kehamilan?

Hamil di usia anak mendatangkan risiko bagi calon ibu dan janinnya.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Anak hamil setelah menjadi korban perkosaan. Komplikasi persalinan remaja lebih sering timbul karena organ reproduksi yang belum matang.
Foto: Republika/Prayogi
Anak hamil setelah menjadi korban perkosaan. Komplikasi persalinan remaja lebih sering timbul karena organ reproduksi yang belum matang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak dan remaja yang hamil akibat tindak perkosaan harus dilihat kondisi kejiwaannya. Jika tidak depresi maka kehamilan dapat dilanjutkan, menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Kamilah Tsurayya Fitriana.

Andaikan anak yang dikandung cenderung tidak diinginkan, menurut dr Kamilah, maka setelah lahir bayi tersebut dapat diasuh dan diserahkan kepada panti asuhan. Namun, jika korban mengalami depresi berat atau kejiwaan terganggu, maka terminasi kehamilan dapat dipertimbangkan melalui keputusan konferensi holistik dengan dokter psikiatri dan Komite Etik dan Medikolegal.

Baca Juga

Dr Kamilah menjelaskan, pada usia 10 sampai 19 tahun, anak remaja  belum matang secara psikis, emosional, sosial, dan mental. Pada usia ini, kondisi fisik belum 100 persen siap dan organ reproduksi belum matang sempurna sehingga kehamilan dijalani dengan keterbatasan.

"Komplikasi kehamilan pun dapat meningkat, terutama kelahiran prematur, ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), preeklampsia/eklampsia, dan anemia," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (5/1/2023).

Dr Kamilah menjelaskan semua proses persalinan memiliki risiko terjadinya komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk melahirkan di fasilitas kesehatan yang lengkap. Data WHO menunjukkan bahwa kehamilan remaja berkontrobusi pada kematian ibu dan bayi.

"Di Indonesia, kehamilan dan persalinan remaja meningkatkan angka kematian ibu dan janin sebesar empat sampai enam kali lipat dibandingkan wanita yang hamil dan bersalin pada usia 20 sampai 30 tahun," ungkap dokter yang praktik di RS Hermina Depok, Jawa Barat.

Anak/remaja juga lebih sering mengalami nutrisi yang buruk dan diet yang buruk selama kehamilan. Itu karena pengetahuan akan gizinya masih kurang sehingga rentan terjadi anemia atau malanutrisi.

 

Dr Kamilah menyarankan orang tua menjelaskan kepada anaknya bahwa sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu dan memiliki anak. Artinya, calon ibu harus makan makanan yang bergizi agar anak yang dikandungnya tumbuh sehat dan optimal.

Kehamilan remaja merupakan suatu kondisi risiko tinggi yang akan berujung pada masalah psikologis, luaran perinatal yang buruk, dan luaran obstetri yang buruk. Itu sebabnya, anak/remaja perlu mendapatkan pengawasan dan melakukan pemeriksaan kehamilan yang memadai secara rutin.

Menurut dr Kamilah, kontrol kehamilan harus rutin dilakukan untuk memonitor dan memastikan pertumbuhan dan perkembangan janin berlangsung baik. Kontrol kehamilan juga dapat membantu mempersiapkan fisik dan mental ibu selama kehamilan sampai persalinan.

"Komplikasi persalinan remaja lebih sering timbul karena organ reproduksi yang belum matang, sehingga perlu kewaspadaan terhadap kemungkinan komplikasi yang akan terjadi," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement