Oleh : Nidia Zuraya, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Pada 2022 kemarin, level inflasi di banyak negara mencatatkan nilai tinggi. Di negara maju inflasinya mencapai di atas 7 persen sampai 8 persen, bahkan ada yang mencapai dua digit.
Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi sebesar 7,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada November 2022. Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Tenaga Kerja AS, inflasi tersebut turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 7,7 persen (yoy).
Sementara inflasi di Inggris meski mulai melambat pada bulan November 2022 tetapi biaya hidup di negara itu masih mendekati level tertinggi selama 40 tahun. Inflasi Inggris turun menjadi 10,7 persen di bulan November 2022. Sebelumnya, inflasi negara itu berada di angka 11,1 persen pada Oktober 2022.
Seperti halnya Inggris, laju inflasi di Jerman pada 2022 lalu juga mencapai dua digit. Tercatat angka inflasi di Jerman melonjak di level tertinggi pada Oktober, yakni mencapai 10,4 persen.
Meski angkanya turun pada November menjadi 10 persen. Namun, inflasi ini masih jauh di atas target Bank Sentral Eropa (ECB) sekitar 2 persen.
Meski data resmi laju inflasi pada Desember 2022 belum dirilis, namun sejumlah negara sudah siap menyambut badai inflasi yang kemungkinan masih akan menghampiri di tahun 2023.
Bank of Japan (BOJ) dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menaikkan laju perkiraan inflasi pada Januari 2023. Kenaikan proyeksi inflasi Jepang diperkirakan akan semakin memperkuat spekulasi terkait kebijakan pengetatan moneter.
Tingkat inflasi Jepang telah melonjak 3,8 persen pada November 2022. Angka itu menjadi yang tertinggi sejak 1981.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda menuturkan, kenaikan harga baru-baru ini lebih didorong oleh kenaikan biaya bahan baku dibanding permintaan yang kuat. BOJ akan merilis prospek pertumbuhan dan proyeksi inflasi setelah pertemuan kebijakan berikutnya pada 17-18 Januari 2023.
Isu inflasi juga menjadi tema pidato tahun baru yang disampaikan Gubernur Bank Sentral Korea, The Bank of Korea (BOK). Di tahun 2023, kebijakan yang diambil BOK akan berfokus pada upaya meredam angka inflasi menstabilkan pasar.
Hingga hari ini negara-negara Eropa sedang bergulat dengan krisis biaya hidup yang diperparah oleh dampak perang di Ukraina terhadap harga energi. Sepanjang 2022, harga pangan terus menekan dompet warga Eropa.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan lonjakan harga energi. Akibatnya, inflasi zona Eropa terus terkerek naik pada 2022 lalu, dan baru melambat untuk pertama kalinya pada November 2022 ke angka 10 persen.
Penurunan laju inflasi didorong oleh perlambatan kenaiakn biaya energi dan jasa. Sedangkan harga pangan tetap tumbuh lebih cepat.
Guna meringakan rasa sakit masyarakat akibat inflasi, di pengujung akhir tahun 2022 pemerintah Spanyol kembali mengumumkan langkah-langkah stimulus senilai 10,65 miliar dolar AS atau setara Rp 166,017 triliun (kurs Rp 15.662 per dolar AS). Total bantuan yang telah digelontorkan pemerintah Spanyol mencapai Rp 751,230 triliun sejak awal 2022.
Paket stimulus yang disahkan pada 28 Desember 2022 tersebut mencakup tunjangan satu kali sebesar 200 euro untuk setiap rumah tangga. Tunjangan tersebut akan diberikan kepada sekitar 4,2 juta rumah tangga dengan pendapatan tahunan hingga 27.000 euro dan perpanjangan pemotongan pajak tagihan energi hingga semester pertama tahun ini.
Tak cukup dengan memberikan tunjangan untuk rumah tangga berpendapatan rendah, Pemerintah Spanyol juga akan memotong pajak pertambahan nilai (PPN) pada makanan penting seperti roti, keju, susu, buah dan sayuran serta sereal menjadi nol persen dari empat persen. Sementara PPN pasta dan minyak goreng akan dipotong setengahnya menjadi lima persen.
Di dalam negeri Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan tahun 2023 akan menjadi tantangan ekonomi yang tergolong berat. Indonesia akan dihadapi laju inflasi global dan ancaman resesi.
Pemerintah, kata Sri, berupaya meningkatkan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. “Ini ujian yang berat menghadapi 2023. Bagaimana mengendalikan inflasi global, cegah resesi yang akan terjadi,” ujarnya saat pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2023 secara virtual, Senin (2/1/2023).
Kekhawatiran Bendahara Negara ini cukup beralasan. Mengingat laju inflasi nasional pada Desember 2022 mengalami kenaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Desember 2022 mencapai 0,66 persen month to monrh (mtm). Angka itu naik 0,09 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan tersebut membuat inflasi sepanjang 2022 mencapai 5,51 persen.
BPS menjelaskan, kenaikan inflasi secara bulanan terjadi karena ada peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 112,85 pada November 2022 menjadi 113,59 pada Desember 2022. Kenaikan harga beras dan air minum PAM menyumbang 0,07 persen pada peningkatan inflasi tersebut.
Dibandingkan negara-negara lain, angka inflasi Indonesia sepanjang 2022 cenderung rendah. Namun, Sri Mulyani tetap mengingatkan agar Indonesia tidak terlena optimisme di tahun 2023 sehingga harus tetap disikapi dengan kewaspadaan tinggi. Menurutnya, optimisme dan kewaspadaan adalah campuran sikap terbaik untuk memasuki tahun 2023.