REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Penanaman adab siswa tidak mudah. Butuh kerja sama orang tua, murid, dan guru bahkan memerlukan keterlibatan semua stakeholder pendidikan.
Hal itu disampaikan oleh Muhammad Ardiansyah, Mudir Pesantren At-Taqwa Depok di hadapan peserta pelatihan Implementasi Penanaman Adab pada Siswa TK, SD, SMP Islam Al-Iman , di Sekolah Islam Al-Iman Bojonggede, Bogor, Kamis (5/1/2023). Kegiatan yang berlangsung di aula serba guna Sekolah Islam Al-Iman itu diikuti pengurus yayasan dan para guru Sekolah Islam Al-Iman.
Evi Afrizal Rusdi, pembina Yayasan Perguruan Al Iman mengatakan bahwa Sekolah Islam Al-Iman fokus pada pendidikan adab dan berkomitmen mendidik murid yang tidak hanya berilmu tapi juga beradab. Untuk tujuan itulah pelatihan ini diselenggarakan untuk memperkuat guru dalam implementasi penanaman adab. “Sebelum murid, guru lebih dulu harus belajar dan mengamalkan adab,” tuturnya.
Ardiansyah mengemukakan beberapa alasan pentingnya adab, yaitu karena berasaskan wahyu, Alquran dan Sunnah. Lebih lanjut, adab mencakup segala yang wujud, mulai dari adab kepada diri sendiri, secara vertikal adab kepada Allah SWT dan horizontal adab kepada sesama manusia dan makhluk lain ciptaan Allah SWT. “Adab juga meliputi adab kepada ilmu, adab kepada bahasa, adab kepada seni, adab kepada lingkungan, dan lain-lain. Bahkan termasuk hal yang bagi sebagian orang cenderung dianggap sepele seperti adab kepada perabotan,” ujarnya.
Menurut Ardiansyah, cakupan adab lebih luas dari akhlak. Adab itu semuanya baik, tidak ada yang buruk. Sedangkan akhlak ada ketegori akhlak baik dan akhlak buruk atau tercela.
Lebih jauh, Ardiansyah mengatakan bahwa adab kepada ilmu dapat mengantarkan murid sampai kepada Allah SWT. Adab juga sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 dan secara tegas menjadi tujuan pendidikan nasional. Adab sebagai asas peradaban, maka tugas guru dan orang tua adalah melahirkan generasi yang baik dan bermanfaat di semua bidang kehidupan. “Produk peradaban paling tinggi adalah manusia, dan orang beradab bisa hidup di mana saja,” tandasnya.
Bagaimana menerapkan pendidikan adab? Ardiansyah berpesan kepada guru, pahami hakikat murid sebagai manusia yang memiliki jiwa dan raga. Ajarkan beragam keterampilan hidup dan jadilah seorang mujaddid yaitu guru yang selalu memberikan pengalaman baru. Dia menambahkan, tanamkan niat yang baik yaitu belajar untuk mendapatkan ridha Allah SWT, bersyukur atas nikmatnya, menghilangkan kebodohan diri, dan lain-lain.
Menurut Ardiansyah, inti pendidikan dalam Islam adalah belajar adab dan ilmu kepada guru yang dapat mengantarkan murid menjadi beradab dan berilmu. Oleh karena itu, guru harus terus belajar, dan guru harus menjadi contoh, bukan hanya memberi contoh. “Dalam hal uswah hasanah, Nabi Muhammad SAW adalah guru ideal yang pantas menjadi rujukan dengan beragam pengalaman dalam berdakwah dan mendidik keluarga,” tuturnya.
Dalam merancang kurikulum pendidikan yang beradab, Ardiansyah menawarkan dua hal penting, yaitu klasifkasi ilmu dan islamisasi ilmu kontemporer. Klasifikasi ilmu yaitu internalisasi adab dan ilmu serta mengaitkan dengan bidang lain (integrasi). Dalam hal ini ilmu fardhu ‘ain (aqidah, syariah, dan akhlak) melandasi ilmu fardhu kifayah yang dapat dikembangkan oleh satuan pendidikan sesuai kebutuhan, seperti bahasa, sains, skill, dan entrepreneurship.
“Islamisasi ilmu kontemporer dimaksudkan membersihkan dari materi pelajaran atau pemahaman yang salah dan bertentangan dengan ajaran Islam, dan menyampaikan pemahaman yang benar,” ujarnya.
Ardiansyah menegaskan, metode penanaman adab yang baik adalah guru dalam pembelajarannya selalu mengaitkan dengan keimanan, di mana murid dapat menyadari keberadaan Allah SWT. Selanjutnya, tidak cukup membekali murid dengan ilmu, tapi guru juga harus menjadi teladan.
“Penanaman adab tidak sesederhana mengucapkan, sehingga perlu pembiasaan yang dikawal dengan disiplin, dan jangan lupa berdoa,” pungkasnya.