REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permainan lato-lato seakan menjadi fenomena sosial baru belakangan ini. Betapa tidak, permainan tradisional ini berhasil menarik perhatian banyak orang terutama anak-anak, di mana mereka seakan kecanduan untuk memainkannya. Lantas apakah istilah sosiologi untuk fenomena ini?
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, mengatakan bahwa secara sosiologis kegandrungan pada lato-lato bisa disebut sebagai FADs yaitu perilaku sosial yang tidak biasa. Ini biasanya muncul dalam jangka waktu relatif pendek tapi disikapi dengan antusias bahkan kadang terlalu antusias sehingga tidak lagi rasional.
“Fads merupakan perilaku kolektif, jadi sebab atau stimulannya adalah lingkungan sosial dengan pendorongnya media sosial. Ada bahkan sebagian masyarakat yang jika tidak ikut tren dianggap ketinggalan,” jelas Ida saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (10/1/2023).
Di sisi lain, seiring trennya permainan lato-lato, ada juga kelompok masyarakat yang mengeluh karena terganggu dengan suara yang dihasilkan permainan tersebut. Meski demikian, menurut Ida, lato-lato tidak akan menstimulasi gesekan sosial, mengingat kecenderungannya dilakukan dengan teman atau dalam kelompok.
Yang perlu diperhatikan, lanjut Ida, adalah faktor keamanan pemain atau pengguna lato-lato dan orang sekitarnya. Hal ini mengingat risiko cedera dari alat tersebut cukup besar, apalagi jika dimainkan dengan kecepatan tinggi.
“Menurut pendapat saya, isu keamanan inilah yang bisa menstimulasi ketegangan sosial,” jelas Ida.
Ida menilai, tren lato-lato cukup mengejutkan lantaran terjadi di tengah derasnya arus game online. Artinya menurut dia, saat ini sebagian masyarakat sedang merasakan kejenuhan pada permainan-permainan digital.
“Meskipun lato-lato akan menjadi tren sesaat, setidaknya mengindikasikan bahwa permainan non-digital, non virtual, masih mendapat tempat di masyarakat,” kata dia.