DPR Bantah tak Patuh Putusan MK Soal Dapil

DPR menyatakan hanya memilih dari empat opsi yang ditawarkan KPU

Selasa , 17 Jan 2023, 07:21 WIB
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, DPR bukan dalam rangka tak patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dapil. Jelasnya, DPR hanya memilih dari empat opsi yang ditawarkan oleh KPU.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, DPR bukan dalam rangka tak patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dapil. Jelasnya, DPR hanya memilih dari empat opsi yang ditawarkan oleh KPU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersepakat dengan Komisi II DPR untuk tetap menggunakan format alokasi kursi dan desain daerah pemilihan (dapil) lama yang dinilai inkonstitusional. Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat kerja keduanya, pada Rabu (11/1/2023).

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, pihaknya bukan dalam rangka tak patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dapil. Jelasnya, pihaknya hanya memilih dari empat opsi yang ditawarkan oleh KPU.

Baca Juga

"Saya rasa kami tidak melanggar ketentuan apapun dari MK, karena waktu konsinyering itu KPU memberikan beberapa alternatif. Nah, alternatif itu termasuk tidak ada perubahan dapil, sehingga dengan alternatif-alternatif yang ada itu kita putusin sama-sama, jadi bukan kami tidak patuh," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/1/2023) lalu.

"KPU melempar opsi tersebut sesuai dengan putusan MK bahwa mereka berhak untuk melakukan perubahan atau pun penyusunan Dapil. Nah, empat opsi diberikan kepada kami dan teman-teman sudah bersama-sama memilih," sambungnya.

Polemik penataan ulang ini berawal dari putusan MK Nomor 80-PUU/XX/2022 tanggal 22 Desember 2022 yang memberikan kewenangan kepada KPU menata alokasi kursi dan dapil DPR dan DPRD provinsi. Kewenangan itu sebelumnya berada di tangan DPR, karena lampiran dapil dalam UU Pemilu disusun oleh DPR.

Dalam putusannya, MK juga menyatakan desain dapil dalam Lampiran UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan kewenangan KPU menata dapil dilaksanakan untuk Pemilu 2024 dan seterusnya.

Merespons putusan tersebut, KPU meminta pendapat empat pakar kepemiluan, termasuk Ramlan Surbakti, untuk melakukan penataan alokasi kursi dan dapil. Bahkan KPU menargetkan penataan ulang ini rampung pada akhir Januari.

Rencana KPU itu buyar setelah mereka menghadiri rapat kerja Komisi II DPR pada Rabu (11/1/2023). Dalam rapat itu, anggota dan pimpinan Komisi II menyatakan menolak penataan ulang alokasi kursi dan dapil.

Bahkan, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mempertanyakan mengapa KPU sampai berencana menata ulang desain dapil dan alokasi kursi. Menurutnya, putusan MK memang memberikan kewenangan kepada KPU untuk menata dapil dan alokasi kursi, tapi tidak memerintahkan KPU melakukan penataan. Baginya, KPU hanya menambah-nambah pekerjaan saja.

Alhasil, KPU bersepakat dengan DPR untuk menggunakan format alokasi kursi dan desain dapil lama yang dinilai inkonstitusional. KPU tak mengungkapkan alasan mengapa sikapnya berubah. Komisioner KPU Idham Holik pada Kamis (12/1/2023) hanya mengatakan, pihaknya bakal mengikuti kesepakatan dalam rapat kerja tersebut.