REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Para ilmuwan berhasil menggunakan sinar laser untuk memandu petir untuk pertama kalinya. Ilmuwan berharap teknik ini akan membantu manusia terlindung dari petir yang mematikan, bahkan mungkin pemicunya. Sambaran petir antara 40-120 kali per detik di seluruh dunia telah menewaskan lebih dari 4.000 orang, dan menyebabkan kerusakan senilai miliaran dolar setiap tahun.
Namun, perlindungan utama terhadap ledakan petir ini dari atas hanya sebatas penangkal petir yang sederhana, yang pertama kali digagas oleh polimatik Amerika Benjamin Franklin pada 1749. Sebuah tim ilmuwan dari enam lembaga penelitian telah bekerja selama bertahun-tahun untuk menggunakan ide yang sama, tetapi mengganti tiang logam sederhana dengan laser yang jauh lebih canggih dan presisi.
Kini, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Photonics, mereka menjelaskan penggunaan sinar laser (yang ditembakkan dari puncak gunung Swiss) untuk mengarahkan sambaran petir lebih dari 50 meter. "Kami ingin memberikan demonstrasi pertama bahwa laser dapat mempengaruhi petir, dan paling sederhana untuk memandunya," kata fisikawan di laboratorium optik terapan dari institut ENSTA Paris dan penulis utama studi tersebut, Aurelien Houard dilansir Japan Today, Kamis (19/1/2023).
Petir adalah pelepasan listrik statis yang terbentuk di awan badai, atau antara awan dan tanah. Sinar laser menciptakan plasma, di mana ion dan elektron bermuatan memanaskan udara. Udara menjadi sebagian konduktif, sehingga menjadi jalur yang disukai oleh petir.
Ketika para ilmuwan sebelumnya menguji teori ini di New Mexico pada 2004, laser mereka tidak menangkap petir. Laser itu gagal karena tidak memancarkan cukup getaran per detik untuk petir, yang muncul dalam milidetik. Selain itu, ilmuan juga sulit untuk memprediksi di mana petir akan jatuh.
Untuk eksperimen terbaru, para ilmuwan menyisakan sedikit peluang. Mereka membawa laser seukuran mobil, yang dapat menembakkan ribuan gelombang cahaya per detik, ke puncak gunung Santis setinggi 2.500 meter di timur laut Swiss. Puncaknya adalah rumah bagi menara komunikasi yang disambar petir sekitar 100 kali dalam setahun. Setelah dua tahun membangun laser yang kuat, butuh beberapa minggu untuk memindahkannya menjadi beberapa bagian melalui kereta gantung.
Akhirnya, sebuah helikopter harus menurunkan wadah besar yang akan menampung teleskop. Teleskop memfokuskan sinar laser ke intensitas maksimum di tempat sekitar 150 meter di udara, tepat di atas puncak menara setinggi 124 meter. Wadah besar tersebut memiliki diameter 20 sentimeter pada awalnya, tetapi menyempit menjadi hanya beberapa sentimeter saat di atas.
Selama badai di musim panas 2021, para ilmuwan dapat memotret pancaran mereka yang menggerakkan petir sejauh 50 meter. Sebagian besar petir terbentuk dari prekursor di dalam awan, tapi beberapa dapat muncul dari tanah jika medan listriknya cukup kuat. "Arus dan kekuatan sambaran petir benar-benar menjadi jelas begitu tanah terhubung dengan awan," ujar Houard.
Laser memandu salah satu prekursor ini, membuatnya lebih cepat dari yang lain) dan lebih lurus. Artinya, secara teori, teknik ini dapat digunakan tidak hanya untuk mengusir petir, tetapi juga pemicunya sejak awal. Itu dapat memungkinkan para ilmuwan untuk melindungi instalasi strategis dengan lebih baik, seperti bandara atau landasan peluncuran roket. Dalam praktiknya, tindakan ini akan membutuhkan konduktivitas tinggi dalam plasma laser, yang menurut para ilmuwan belum mereka kuasai.