REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak ada panduan mutlak mengenai cara membesarkan anak dan menjadi orang tua. Namun, ada sejumlah hasil studi terkait pengasuhan yang cukup penting untuk diketahui orang tua.
Sebuah studi psikologi oleh Ashton-James dan timnya pada 2013 menemukan keunggulan penerapan pola asuh yang berpusat pada anak. Selain baik untuk anak, pola asuh itu terbukti membuat orang tua lebih bahagia dan memperoleh makna hidup yang lebih besar.
Ada lebih sedikit perasaan negatif yang timbul. Temuan menunjukkan bahwa semakin banyak perhatian yang diberikan orang tua kepada anak dan semakin orang tua berinvestasi dalam kesejahteraan mental dan fisik anak, sangat berpengaruh pada tingkat kebahagiaan.
Penelitian psikologis lain yang digagas McKee pada 2019 menyarankan pola pengasuhan yang mendukung anak untuk mengekspresikan emosi. Efeknya, anak tumbuh menjadi lebih bahagia dan saat dewasa cenderung berisiko rendah mengalami depresi dan kecemasan.
Anak yang tumbuh dalam keluarga demikian punya tingkat mindfullness lebih besar, lebih mampu mengatur rentang perhatian, lebih bersikap terbuka, juga menerima diri sendiri sendiri dan orang lain. Itu semua karena orang tua telah membekali anak kemampuan untuk memahami dan menangani emosi.
Keterampilan yang perlu dimiliki orang tua untuk menerapkan pengasuhan ini ialah mendengarkan anak serta memberikan kenyamanan dan membantu anak memecahkan masalah. Di sisi lain, pengasuhan yang baik juga berarti membiarkan anak melihat emosi negatif, seperti kemarahan dan frustrasi.
Hal itu merupakan temuan penelitian psikologi oleh Karnilowicz dan tim pada 2018. Sementara, cukup banyak orang tua yang berusaha menyembunyikan semua konflik dari anak-anak mereka.
Menurut Karnilowicz, anak-anak sebenarnya mengetahui ketika orang tua berusaha menyembunyikan konflik dan itu malah membuat mereka bingung. Anak tahu ada yang salah, tetapi tidak melihat perubahan dalam perilaku orang tua. Lebih baik, membiarkan anak-anak mengetahui konflik yang ada, berikut dengan penyelesaiannya.
Disiplin yang terlalu ketat rupanya juga tidak efektif dalam mengasuh anak. Makian verbal atau hukuman tidak akan membuat remaja kooperatif, tapi justru memperburuk masalah. Sebuah studi psikologi anak terhadap 967 keluarga di Amerika Serikat sudah membuktikannya.
Penelitian rilisan 2013 itu menemukan bahwa pola asuh yang menerapkan disiplin verbal yang keras pada anak usia 13 tahun memicu perilaku yang lebih buruk di tahun berikutnya. Penulis utama studi, Ming-Te Wang, menjelaskan bahwa itu bisa merusak ikatan keluarga.
Dalam artian, ikatan antara orang tua dan anak mungkin kuat dan masih ada sikap hangat. Barangkali, remaja mengerti bahwa orang tua melakukan kekerasan verbal atau penerapan disiplin dengan alasan mencintai mereka, namun itu tidak mengurangi dampaknya.
Praktik pengasuhan demikian merugikan sebab sikap orang tua yang keras semasa anak masih belia terkait dengan struktur otak yang lebih kecil pada masa remaja.