REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, poros penggerak perubahan iklim yang terjadi belakangan ini adalah semakin cepatnya kenaikan suhu bumi. Untuk itu, perlu dilakukan sejumlah upaya pengendalian kecepatan kenaikan suhu bumi tersebut.
"Nomor satu, mengendalikan laju kenaikan temperatur. Karena driver dari perubahan iklim ini adalah kenaikan temperatur yang melaju. Kecepatan kenaikan temperatur ini harus kita kendalikan," ujar Dwikorita kepada Republika.co.id, Rabu (24/1/2023).
Dia menjelaskan, penyebab temperatur atau suhu permukaan di bumi semakin panas adalah akumulasi gas-gas rumah kaca yang konsentrasinya semakin meningkat, terutama gas karbondioksida atau CO2. Sumber penghasil gas bermacam-macam. Hanya saja, yang proporsinya paling tinggi dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.
"Jadi energi fosil itu perlu untuk dikendalikan, diminimalisasi. Pembakaran energi fosil ini perlu dikurangi atau bahkan digantikan dengan energi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya renewable energy, energi surya, energi angin, energi air," kata Dwikorita.
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan berikutnya adalah melakukan penghijauan dengan melihat fungsi pepohonan yang mengubah CO2 menjadi O2 atau oksigen. Saat ini, kata Dwikorita, hutan-hutan di bumi semakin jauh berkurang, terutama hutan tropis. Karena itu, penggalakkan penghijauan perlu untuk dilakukan untuk semakin banyak memproduksi O2.
"Kemudian transportasi publik. Tidak setiap orang mengendarai motor dan mengeluarkan CO2 ya. Tapi dengan transportasi massal itu kan juga mengurangi. Itu contoh-contoh sekilas upaya untuk memitigasi atau mengedalikan laju peningkatan suhu," kata Dwikorita.
Selain upaya mitigasi, adaptasi juga perlu dilakukan. Manusia harus beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan keadaan bumi. Dia memberikan contoh adaptasi yang dapat dilakukan untuk menyikapi pergeseran musim yang kerap terjadi belakangan ini, di mana ketika musim hujan seharusnya datang tetapi masih panas dan juga sebaliknya.
Misalnya saat musim hujan, kita memanen air hujan. Jangan membiarkan air hujan langsung lari ke laut atau ke sungai. Tapi ditampung ditandon-tandon air, di reservoar-reservoar, di danau-danau. "Jadi memperbanyak upaya untuk menahan air atau meresapkan air ke dalam tanah sebagai air tanah sehingga nanti kalau ada kemarau panjang, itu kita sudah punya cadangan," kata dia.