REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Muhammad Syarif Bando, mengatakan, kehadiran Duta Baca Indonesia (DBI) harus dapat memberikan dampak bagi masyarakat Indonesia, terutama saat bersentuhan langsung dengan masyarakat di daerah. Menurut dia, DBI dibutuhkan untuk mengubah pola pikir dalam membaca dan menulis.
“Kita berada pada suatu era yang namanya ledakan informasi. Kalau hari ini ditaksir satu juta informasi lahir dalam satu hari, itu ditaksir minimal, dan kita hanya dapat satu, berarti kita ketinggalan 999.999 informasi. Karena itu, gerakan DBI untuk memastikan orang berada dalam ruang yang terkonfirmasi dengan dunia yang baru," ujar Syarif Bando lewat siaran pers, Rabu (25/1/2023) lalu.
Hal itu dia sampaikan dalam penandatanganan kontrak kerja antara Perpusnas dan DBI, Gol A Gong, yang diselenggarakan di Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas RI, Jakarta Pusat. Dia menambahkan, melalui gerakannya, DBI dapat mendobrak pola pikir masyarakat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui penyiapan bahan bacaan.
Syarif Bando menegaskan, DBI juga berperan untuk mewakili negara dalam setiap kunjungan. Pada tahun ini, dia berharap agar DBI dapat meningkatkan kualitas kegiatannya. Pendeklarasian duta baca merupakan dukungan yang berharga bagi Perpusnas.
“Karena itu saya harap pejabat lainnya juga aktif untuk mendorong komunitas, institusi, ada duta bacanya di TNI, di Polri, di lembaga-lembaga vertikal dan organisasi-organisasi yang memang pengaruhnya sangat vital," kata dia.
Gol A Gong didaulat menjadi DBI sejak 2021 lalu dan dalam pelaksanaannya mengusung tagline "Berdaya dengan Buku". Berdasarkan catatan, pada 2022, pria bernama lengkap Heri Hendryana Harris itu melakukan Gerakan Safari Literasi di 436 titik di seluruh Indonesia, yang mana 12 titik bersentuhan langsung dengan Perpusnas.
Gol A Gong menjelaskan, dia melakukan sinergi dan kolaborasi dengan Perpusnas, pemerintah daerah, pegiat literasi, forum komunitas, dan seluruh masyarakat. Selama setahun, melalui aktivitasnya, Gol A Gong menghasilkan 54 buku antologi cerpen.
Gol A Gong menambahkan, selama tiga bulan, dirinya berkeliling ke 40 kota menggunakan mobil menuju daerah Timur Indonesia. Selama perjalanan tersebut, dia menemukan tiga masalah utama terkait literasi di Indonesia. Pertama, peran kepala dinas perpustakaan kurang maksimal dalam memotivasi kinerja para pustakawan.
“Rata-rata kepala dinas perpustakaan merasa dibuang sehingga tidak memotivasi para pustakawan untuk melakukan kegiatan kreatif, inovatif, dan tentu out of the box. Itu banyak sekali saya temukan ketika diwawancara," kata Gol A Gong.
"Sehingga pustakawan-pustakawannya tidak kreatif, tidak mampu mengeksplorasi gagasan-gagasannya karena pimpinannya selalu mengatakan saya dibuang,” sambung dia.
Permasalahan kedua, akses ke perpustakaan atau toko buku masih sulit, terutama di daerah Timur Indonesia. Persoalan berikutnya terdapat pada distribusi yang tidak merata karena ekosistem perbukuan belum terbangun dengan sehat.
"Saya melihat Perpusnas melakukan penetrasi dengan pojok baca digital dan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial (TPBIS), jadi saya sebagai Duta Baca merasa mendapatkan mitra yang kompeten. Saya senang sekali ketika Perpusnas ada di mana-mana,” terang dia.
Tahun ini, dia mengusung kegiatan dengan tajuk "Gerakan Indonesia Menulis". Salah satu kegiatan gerakan ini adalah menggandeng pustakawan untuk menulis.