Kamis 26 Jan 2023 20:46 WIB

‘Hamil Duluan’ dan Pendidikan Seks Gen-Z

Ada sekitar 52 ribu anak yang mengajukan permohonan menikah dini.

Pengajuan dispensasi nikah sebagian besar diakibatkan kasus seks bebas yang berujung kehamilan.
Foto: antara
Pengajuan dispensasi nikah sebagian besar diakibatkan kasus seks bebas yang berujung kehamilan.

Oleh : Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, Hamil duluan menjadi klausa yang populer akhir-akhir ini. Dua kata yang merujuk pada fenomena maraknya hamil di luar nikah para remaja memang membuat geleng-geleng kepala. Ketimbang malu si jabang bayi tidak punya ayah, para remaja tanggung ini pun mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan agama. Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung bahkan melansir ada sekitar 52 ribu anak yang mengajukan permohonan menikah dini. Pengadilan Agama pun membuat 50.673 putusan atas pengajuan tersebut.

Ketimbang dua tahun terakhir, tingkat pengajuan dispensasi nikah terbilang menurun. Jika pada 2020 ada sebanyak 64.211, maka pada 2021 angka pemohon  menjadi 59.709. Hanya saja, angka puluhan ribu memang masih terbilang tinggi mengingat dampak paralel berkepanjangan yang dihasilkan akibat perkawinan dini.

Mayoritas alasan pemohon dispensasi beralasan sudah hamil duluan. Hal tersebut setidaknya yang dikatakan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur Anwar Solikin. Menurut Anwar, 70 persen alasan pemohon dikarenakan sudah berbadan dua.  Jawa Timur sendiri menjadi provinsi dengan tingkat dispensasi nikah tertinggi secara nasional.  Adakah penyebab lain yang membuat mereka harus mengajukan pernikahan pada usia belia? Tentu saja ada. Pernikahan dini juga terjadi karena faktor perjodohan dan adat istiadat.

Kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak  yang hendak memperketat pengajuan dispensasi nikah patut dipertanyakan. Langkah yang diambil bak memberikan obat batuk untuk pasien sakit kepala. Anak Bintang Puspayoga, sang menteri, memilih  untuk memperketat pengajuan dispensasi permohonan pernikahan untuk menekan angka perkawinan anak. Bagi menteri bernama lengkap I Gusti Ayu Bintang Darmawati tersebut, perkawinan anak tidak boleh terjadi lagi karena melanggar hak anak sekaligus hak asasi manusia.

Masalahnya, sulit bagi hakim untuk menolak mereka yang sudah hamil duluan mengajukan dispensasi nikah.  Simak saja pernyataan Humas Pengadilan Agama Indramayu Dindin Syarief Nurwahyudin. Dia mengakui, hakim sebenarnya bisa menolak pengajuan dispensasi nikah. Namun, jika alasannya adalah calon pengantin perempuan sudah hamil duluan, hakim sulit untuk tidak mengabulkan permohonan tersebut."Saat hakim disodorkan kasus seperti itu, sudah hamil duluan, maka kalau menolak dampaknya jadi aib bagi yang bersangkutan, bagi bayi yang dikandung, maupun keluarganya," ujar Dindin.

Ketimbang membuat hakim garuk-garuk kepala, ada baiknya jika pemerintah membenahi penyebab hulu mengapa remaja kita bisa ‘hamil duluan’.  Pihak pemohon dispensasi adalah mereka yang usianya belum mencukupi batas minimal pernikahan yakni 19 tahun. Suatu rentang usia yang dikatakan masuk dalam kategori Generasi Z.  Berdasarkan tahun kelahirannya, Gen Z masuk pada generasi ke-4 (1996-2009) di antara lima generasi dari Generation Theory dari Graeme Codrington & Sue Grant-Marshal.

Salah satu karakter yang sukar dilepaskan dari generasi tersebut yakni tingginya intensitas berinteraksi dengan telepon seluler dan internet. Survei dari Alvara Research Center pada 2022 menjelaskan jika 97 persen di antara generasi tersebut sudah terpapar internet. Berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk internetan? Alvara menyebutkan setidaknya mereka meluangkan waktu sekitar tujuh jam sehari dalam mengakses internet.

Berseliwerannya konten negatif via internet khususnya media sosial mau tidak mau disaksikan generasi ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengungkap, konten pornografi menjadi konten negatif terbesar yang diblokir sepanjang 2022 dengan jumlah 49.889. Pornografi hanya kalah oleh situs judi online dengan jumlah 182.802.

Mengutip pakar media sosial Ismail Fahmi, pornografi di internet masih mudah diakses oleh anak dan remaja. Meski pemerintah melakukan pemblokiran, tumbuhnya penyedia link pornografi kian merajalela. Dalam istilah Fibonacci, Jika alat ukur pemblokiran memakai deret hitung, maka mungkin tumbuhnya konten porno menggunakan deret ukur. Artinya, hampir mustahil mengharapkan pemblokiran sebagai solusi untuk mengalahkan penyedia pornografi.

Edukasi dan literasi adalah satu-satunya jurus agar mereka punya kesadaran sendiri dalam membatasi diri terhadap konten pornografi. Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari RSIA Brawijaya Antasari dr Dinda Derdameisya, edukasi ini harus diajarkan di lingkup keluarga dari awal. Jika tidak dipahamkan oleh keluarga, mereka akan mencari sumber lewat gadget.

Dinda menyarankan agar edukasi seksual diajarkan di setiap perkembangan anak, dimulai usia pra sekolah (TK). "Edukasi seksual bukan saja berhubungan seksual tapi juga perbedaan antar perempuan dan laki-laki itu biasanya diajarkan dari usia TK," ujar dia, Sabtu (14/1/2023).

Pada usia SD, ajarkan bagaimana laki-laki dan perempuan tidak boleh saling memperlihatkan alat kelaminnya. Pada saat memasuki usia SMP, ajarkan anak mengenai siklus menstruasi.

Bila anak mendapatkan informasi yang tidak benar, lanjut dokter Dinda, akhirnya mereka berkeinginan melakukan hubungan seksual. Hal ini tentunya sangat berdampak pada kesehatan anak di bawah umur tersebut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement