Jumat 27 Jan 2023 19:38 WIB

Kebiasaan Belanja Obat Bebas Bantu Prediksi Kanker Lebih Awal, Bagaimana Caranya?

Keluhan yang dialami wanita kerap mendorong wanita untuk membeli obat bebas.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
 Pola kebiasaan membeli obat bebas juga dapat memberikan petunjuk mengenai kemunculan kanker ovarium.(ilustrasi)
Foto: www.pixabay.com
Pola kebiasaan membeli obat bebas juga dapat memberikan petunjuk mengenai kemunculan kanker ovarium.(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat bebas sering dianggap bisa membantu meredakan beragam gejala seperti demam hingga nyeri. Namun, pola kebiasaan membeli obat bebas juga dapat memberikan petunjuk mengenai kemunculan kanker ovarium.

Sebelum terdiagnosis dengan kanker ovarium, wanita biasanya akan merasakan keluhan seperti kembung atau sakit perut. Keluhan-keluhan tersebut kerap mendorong wanita untuk membeli obat pereda nyeri atau obat gangguan pencernaan berulang kali, selama beberapa bulan.

Baca Juga

Hal ini diketahui melalui sebuah studi yang berlangsung selama enam tahun. Studi ini menganalisis data dari kartu loyalty dua retailer besar yang dimiliki oleh 283 wanita. Sebanyak 153 wanita di antaranya terdiagnosis dengan kanker ovarium. Para wanita dalam studi ini umumnya menyadari kemunculan gejala sekitar 4,5 bulan sebelum terdiagnosis dengan kanker ovarium.

"Studi kami menemukan adanya peningkatan pembelian obat pereda nyeri atau gangguan pencernaan yang jelas pada wanita penderita kanker rahim sejak delapan bulan sebelum terdiagnosis," jelas peneliti Dr James Flanagan dari Department of Surgery & Cancer di Imperial College London, seperti dilansir Express, baru-baru ini.

Temuan ini mengindikasikan bahwa jauh sebelum wanita menyadari bahwa keluhan yang mereka alami cukup serius, mereka cenderung mengatasinya sendiri dengan obat bebas di rumah. Mereka baru mengunjungi dokter ketika keluhan atau gejala yang muncul sudah terasa lebih signifikan.

Hal ini pula yang dialami oleh seorang pasien kanker ovarium, Fiona Murphy, yang terlibat dalam studi. Wanita berusia 39 tahun tersebut terdiagnosis dengan kanker ovarium pada 2008.

Murphy tinggal di Gaviscon sejak 18 bulan sebelum terdiagnosis dengan kanker ovarium. Selama itu pula, Murphy kerap mengunjungi berbagai tempat untuk membeli obat bebas karena kerap merasakan keluhan refluks asam yang berat.

"Bila saya mengetahui keluhan ini berkaitan dengan kanker ovarium, saya akan terdiagnosis lebih cepat, mendapatkan lebih sedikit operasi, dan memiliki opsi kesuburan yang lebih baik," kata Murphy.

Seperti kanker lainnya, mendeteksi ovarium lebih awal dapat memberikan pasien peluang kesuksesan pengobatan dan harapan hidup yang lebih baik. Tim peneliti berharap temuan terbaru ini bisa membantu pasien mewaspadai gejala kanker ovarium lebih dini dan mendapatkan pengobatan yang lebih cepat.

"Dan memperbaiki opsi terapi untuk pasien," ujar dr Flanagan.

Lebih dari sembilan di antara 10 pasien kanker rahim masih bertahan hidup dalam waktu lima tahun sejak terdiagnosis bila kanker ditemukan pada stadium dini. Namun harapan hidup ini menurun jadi hanya 13 persen bila kanker ovarium baru terdiagnosis setelah memasuki stadium empat.

Temuan terbaru dari studo ini telah dipublikasikan dalam jurnal JMIR Public Health and Surveillance. Temuan ini bisa menjadi dasar dikembangkannya sebuah sistem peringatan yang didasarkan pada pola belanja obat konsumen pemilik kartu loyalty

Tim peneliti juga berencana melakulan studi serupa untuk beberapa kasus kanker lainnya. Seperti, kanker lambung, kanker hati, dan kanker kandung kemih.

"Saat ini, di era digital, kita hidup dengan melimpahnya data di jemari kita. Studi seperti ini merupakan contoh penting mengenai bagaimana kita bisa memperoleh data untuk kebaikan dan membantu kita mendeteksi kanker," jelas Head of Prevention and Early Detection Research dari Cancer Research UK (CRUK), dr David Crosby.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement