REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agensi Internasional untuk Riset Kanker WHO memperkirakan, ada 8.677 anak Indonesia berusia 0-14 tahun yang menderita kanker pada 2020 lalu. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Dokter anak RSIY PDHI, dr Dita Windarofah mengatakan, kanker merupakan salah satu dari sembilan layanan jenis penyakit prioritas dengan angka kesakitan dan kematian tertinggi secara nasional. Ditetapkan langsung Kementerian Kesehatan.
"Namun, sering kali penderita kanker datang dalam kondisi yang sudah terlambat, jumlah kanker pada anak mengalami peningkatan setiap tahunnya disebabkan sulitnya mendeteksi kanker pada anak," kata Dita, dikutip Ahad (29/1/2023).
Hal itu disampaikan saat menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education (CME). Agenda diselenggarakan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta secara daring.
Ia menuturkan, kanker pada anak berbeda dengan orang dewasa karena anak belum tentu dapat mengemukakan keluhannya seperti orang dewasa. Begitu juga penerapan metode screening dalam mendeteksi kanker pada anak belum bisa pula diandalkan.
Maka itu, peran orang tua, masyarakat, kader, dan petugas kesehatan jadi penting untuk mendeteksi dan mengenali tanda dan gejala kanker terhadap anak sejak dini. Deteksi kanker pada anak dapat tercapai bila kesadaran gejala dapat dirasakan.
Baik oleh keluarga maupun penyedia layanan primer. Selain itu, ia menambahkan, juga harus dilakukan evaluasi klinis, diagnosis dan penentuan stadium yang akurat dan tepat waktu, serta harus ada akses memadai untuk segera melakukan pengobatan.
Senada, dokter anak dan ahli hematologi onkologi RS Hermina Yogyakarta, dr Sri Mulatsih menuturkan, ada beberapa penghalang dalam diagnosis dini kanker itu terjadi. Salah satunya kurang pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesehatan.
Terutama, lanjut Sri, tentang kanker. Kemudian, akses perawatan primer masih terbilang sangat terbatas, penilaian klinis yang tidak akurat, keterlambatan diagnosis, koordinasi yang buruk, masalah finansial, dan lain sebagainya sehingga perlu menumbuhkan kesadaran dan mulai akses perawatan.
Selain itu, Sri menekankan, harus ada evaluasi klinis, diagnosis dan pementasan. Sebab, keterlambatan diagnosis membuat usia harapan hidup penderita kanker anak rendah.
Untuk itu, Sri memberikan tiga langkah diagnosis dini. Ia menilai, tiga langkah diagnosis dini ini sangat penting untuk dapat dilaksanakan. Mulai meningkatkan tingkat kesadaran dan akses perawatan, diagnosis dan staging serta akses terapi.
"Selain itu, monitoring dan evaluasi program juga sangat diperlukan," ujar Sri.