Selasa 31 Jan 2023 22:48 WIB

Penyakit Jantung Koroner Dinilai Lebih Aman Ditangani dengan Teknologi Ini

Hingga kini terdapat dua prosedur penanganan penyakit jantung koroner.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Qommarria Rostanti
Penanganan penyakit jantung koroner. (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Penanganan penyakit jantung koroner. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit jantung koroner (PJK) masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Data dari Kemenkes per tahun 2020, kematian disebabkan oleh PJK telah mencapai 1,25 juta jiwa dari total keseluruhan penduduk Indonesia.

Ahli intervensi kardiologi, dr Denio Adrianus Ridjab mengatakan, berdasarkan riset dari Institute of Health Metrics and Evaluation, PJK menempati urutan kedua penyumbang kematian terbesar di Indonesia setelah penyakit strok. PJK terjadi ketika ada penyumbatan di dinding bagian dalam pembuluh darah arteri oleh plak yang dibentuk lemak atau kolesterol.

Baca Juga

Hingga kini terdapat dua prosedur penanganan penyakit jantung koroner. Pertama pemasangan stent atau yang sering dikenal dengan ring jantung; dan kedua, operasi bypass jantung. Pemasangan stent lebih sering menjadi pilihan masyarakat untuk mengatasi PJK.

Meski demikian, ada saja orang dengan keluhan sakit jantung yang enggan melakukan pemasangan stent. Namun, dengan terus berkembangnya teknologi penanganan PJK dengan pemasangan stent menjadi lebih mudah dengan terlebih dahulu melakukan intravascular ultrasound atau IVUS.

"IVUS sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi masalah pada saat penanganan jantung koroner," ujar dr Denio di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

IVUS merupakan peralatan yang berguna untuk mengetahui struktur anatomi pembuluh darah ke jantung secara lebih jelas. Penggunaannya yaitu dengan memasukkan IVUS ke dalam pembuluh darah. Dengan kemampuannya IVUS dapat melihat ukuran, panjang, derajat, serta tipe sumbatan dengan lebih akurat.

IVUS juga dapat mengidentifikasi pengapuran yang terjadi di dinding pembuluh darah. Dengan demikian, ahli pun bisa mengikisnya agar pemasangan ring menjadi lebih baik dan penderita bisa mendapatkan pelayanan terbaik selama menjalani perawatan.

Dia mengatakan, IVUS membantu dalam identifikasi masalah pada saat penanganan PJK dengan pemasangan ring atau saat membuka pembuluh darah yang menyempit. Tujuannya untuk melancarkan aliran darah bisa lebih optimal dan saat pembukaan pemasangan ring juga (dengan IVUS) bisa dilihat apakah benar-benar (stent/ring) menempel ke pembuluh darah. "Karena kalau tidak menempel, outcome jangka panjang jadi berkurang," kata dia.

Bahkan, kata dia, jika pemasangan tidak optimal maka sangat memungkinkan terjadi penyumbatan kembali. Melalui uji klinis ULTIMATE, PCI (Percutaneous Coronary Intervention) dengan menggunakan IVUS terbukti menurunkan tingkat penutupan kembali dibandingkan PCI yang dilakukan hanya dengan angiografi.

ULTIMATE merupakan uji klinik acak yang membandingkan penggunaan IVUS dan angiografi pada 1.448 pasien yang menjalani PCI pada 2018. Teknologi IVUS bahkan menjadi panduan penanganan jantung yang dikeluarkan organisasi profesi seperti Perki (Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia) dan PIKI (Perhimpunan Intervensi Kardiovaskular Indonesia).

Namun, Denio juga mengingatkan, setelah pemasangan stent, pasien sangat dianjurkan tetap menjaga pola hidup sehat dengan tetap menjaga pola makan sehat dan tidak lupa untuk tetap berolahraga. Ini dikarenakan pola hidup tidak sehat dapat memicu terjadinya kembali penyempitan pembuluh darah.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement