REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam membeli serta memberikan obat-obatan kepada anak balita. Hal itu guna menghindari risiko penyakit.
"Guna mengawal mutu, khasiat, dan keamanan obat, BPOM terus mengimbau masyarakat agar membeli obat di tempat yang resmi," kata Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Togi Junice Hutadjulu di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Togi meminta masyarakat untuk membeli obat di toko obat, apotik, dan tempat fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Namun demikian, apabila masyarakat ingin membeli secara daring, maka perlu dipastikan bahwa penjual telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan.
Ia menyampaikan, masyarakat juga dianjurkan untuk membaca petunjuk dan cara mengkonsumsi obat dengan seksama untuk menghindari kesalahan dosis. Selain itu, juga melakukan pengecekan kemasan, label, izin edar, dan tanggal kedaluwarsa.
Selanjutnya, masyarakat sangat disarankan untuk mencatat obat yang diminum oleh putra-putrinya, terutama pada saat masih balita. Kemudian diinformasikan kepada tenaga kesehatan pada saat pemeriksaan rutin.
"Selalu bertanya pada nakes, apotik, dan BPOM jika perlu mendapatkan informasinya yang benar tentang obat dan cara pakainya. Minumlah sirup obat sesuai aturan pakai yang tertulis pada etiket obat atau informasi pada kemasan produk dan gunakan sendok takar," katanya.
Imbauan ini disampaikan BPOM menyusul terjadinya kasus kematian anak-anak balita yang diduga mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) usai mengkonsumsi sirup obat merk tertentu pada Desember 2022 lalu. Meski sempat menghilang, temuan kasus baru kembali muncul pada Januari 2023, yaitu satu kasus suspek GGAPA di Jakarta. Kasus tersebut dialami anak berusia 1 tahun.
BPOM terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, ahli epidemiologi dan farmakologi guna melakukan investigasi penyebab kematian balita tersebut.