REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pekan lalu, balon mata-mata Cina yang melayang di wilayah udara Amerika Serikat (AS) telah ditembak jatuh oleh jet tempur F-22. Balon yang digunakan untuk pengawasan keamanan, rupanya bukanlah hal baru di dunia pertahanan kenegaraan.
Balon mata-mata telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu, hingga akhir abad ke-18. Pada 1794, Prancis menggunakan balon udara berawak untuk mengamati musuh selama Pertempuran Fleurus, tetapi lebih banyak digunakan dalam Perang Dunia II. Selama konflik, Jepang meluncurkan ribuan balon hidrogen yang membawa bom dan sebagian berakhir di AS dan Kanada.
Sebagian besar balon tidak efektif, tetapi ada pula yang mematikan. Seperti pada Mei 1945, menyebabkan enam warga sipil tewas ketika menemukan salah satu balon di Oregon yang meledak.
Menurut Pakar Ruang Angkasa Iain Boyd dari the University of Colorado Boulder, AS juga menerbangkan banyak balon di atas Uni Soviet pada 1940-an dan 1950-an. “Itu akhirnya digantikan oleh pesawat mata-mata ketinggian tinggi, U-2, dan kemudian digantikan oleh satelit,” kata dia.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Perburuan masih dilakukan oleh otoritas AS untuk menemukan pecahan balon yang tersisa, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan lain dari alat tersebut.
Chuck Schumer, pemimpin Senat Demokrat AS, mengatakan upaya menembak jatuh balon bukan hanya keputusan terbaik, tetapi juga memaksimalkan keuntungan intel negara. Itu karena instrumentasi apa pun di balon tersebut, lebih mungkin selamat dari pendaratan air daripada jika ditembak jatuh lebih awal di darat.
Saat ini belum ada batas waktu untuk penemuan balon dari Samudera Atlantik, namun para pejabat memperkirakan hal itu akan selesai dalam waktu singkat. Saat ditemukan, puing-puing balon akan dianalisis di Quantico, Virginia, markas besar FBI.
Christopher Twomey, pakar keamanan di Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut AS di California, mengatakan tanggapan Cina akan dibatasi. “Saya perkirakan mereka akan memprotes secara moderat tetapi berharap untuk menutupinya dan memulihkan kemajuan kunjungan tingkat senior dalam beberapa bulan," kata Twomey kepada Reuters, dikutip dari Daily Mail, Kamis (9/2/2023).
Adapun beberapa dokumen Cina diketahui menunjukkan peningkatan minat negara dalam menggunakan teknologi balon untuk tujuan militer, baru-baru ini, menurut laporan Reuters.
Satu makalah yang diterbitkan April lalu oleh para peneliti di China's People's Liberation Army (PLA), institut yang berfokus pada 'pesawat khusus', menyatakan bahwa salah satu aplikasi balon militer, berfungsi untuk menguji pertahanan udara musuh.
“(Balon dapat) menginduksi dan memobilisasi sistem pertahanan udara musuh, menunjukan kondisi untuk penerapan pengintaian elektronik, penilaian deteksi peringatan dini sistem pertahanan udara dan kemampuan respons operasional,” demikian tulis para peneliti.
Sejumlah makalah dan beberapa artikel lain yang dipublikasi dan dikontrol PLA, juga menunjukkan minat besar dari militer China untuk mempelajari bagaimana AS dan negara lain menggunakan balon secara militer di masa lalu. Menurut analisis Reuters, unit militer Cina dan lembaga penelitian yang dikelola negara, telah membeli balon ketinggian tinggi dan teknologi terkait dalam dua tahun terakhir, meskipun dokumen tersebut telah banyak disunting.