Senin 13 Feb 2023 14:05 WIB

Pentagon AS Kembangkan 'Senjata Pemusnah Massal' Baru dari Drone

Senjata pemusnah massa itu ditargetkan mampu menghancurkan pertahanan musuh.

Pentagon sedang merencanakan “senjata pemusnah massal” baru yang melibatkan ribuan pesawat tak berawak/ilustrasi.
Foto: Foto AP/Patrick Semansky, File
Pentagon sedang merencanakan “senjata pemusnah massal” baru yang melibatkan ribuan pesawat tak berawak/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kantor utama angkatan bersenjata AS, Pentagon sedang merencanakan “senjata pemusnah massal” baru yang melibatkan ribuan pesawat tak berawak. Senjata itu ditargetkan mampu menyerang melalui udara, darat, dan air untuk menghancurkan pertahanan musuh.

Namun, para ahli khawatir manusia dapat kehilangan kendali atas 'kawanan' senjata tersebut. Proyek rahasia, dijuluki AMASS (Autonomous Multi-Domain Adaptive Swarms-of-Swarms), akan mewakili peperangan otomatis dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. AMASS masih dalam tahap perencanaan, tetapi DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) telah mengumpulkan penawaran dari pemasok untuk kontrak senilai 78 juta dolar AS (sekitar Rp 1,1 triliun).

Baca Juga

Drone kecil akan dilengkapi dengan senjata, serta alat untuk navigasi dan komunikasi, dengan kemampuan mulai dari gangguan radar hingga meluncurkan serangan mematikan. Namun, para ahli menyampaikan kekhawatirannya.

“Ketika kawanan (AMASS) itu bertambah besar, hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mengatur keputusan,” kata seorang peneliti kebijakan di George Mason University di Virginia, Zachary Kallenborn dilansir Daily Mail, Senin (13/2/2023).

Berbicara di sebuah panel di Cornell tahun lalu, Letnan Kolonel Angkatan Darat AS Paul Lushenko mengatakan drone dapat membantu, memantau, dan membunuh musuh. Secara teori, Kallenborn mengatakan AMASS tidak mematikan, melakukan jamming atau serangan non-kinetik lainnya untuk mendukung platform yang benar-benar menghancurkan pertahanan.

Pengembangan proyek AMASS melibatkan eksperimen dengan kawanan drone nyata dan virtual, kemudian secara bertahap meningkatkan ukuran dan kompleksitasnya.

Menurut dokumen kontrak federal DARPA, kawanan drone itu akan ditugaskan melalui proses optimalisasi yang mempertimbangkan tujuan misi, prioritas, risiko, ketersediaan sumber daya, kemampuan, dan waktu. Menurut kebijakan Departemen Pertahanan AS tentang senjata otonom (dikenal sebagai Directive 3000.09), sistem senjata otonom dan semi-otonom akan dirancang untuk memungkinkan komandan dan operator melakukan tingkat penilaian manusia yang sesuai atas penggunaan kekuatan.

Namun, Kallenborn skeptis dengan itu. “Ketika kawanan tumbuh lebih banyak, hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mengatur keputusan,” ujar Kallenborn.

AMASS bukan satu-satunya proyek DARPA yang melibatkan kawanan drone otonom. Selama bertahun-tahun, mereka telah mengembangkan proyek OFFSET (Program Taktik yang Diaktifkan Kawanan Serangan), yang akan melibatkan hingga 250 drone udara dan darat.

Upaya kawanan drone pertama dilakukan oleh Israel dalam konflik dengan Hamas pada 2021 di Gaza. “Kawanan drone besar yang rentan terhadap kesalahan akan menjadi hal yang menakutkan, senjata pemusnah massal baru,” kata Kallenborn.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement