Kamis 16 Mar 2023 18:10 WIB

Mewujudkan Pemilu yang Berintegritas dan 5 Syaratnya

Pemilu berintegritas menjadi harapan negara demokratis

Ilustrasi pemilu. Pemilu berintegritas menjadi harapan negara demokratis
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Ilustrasi pemilu. Pemilu berintegritas menjadi harapan negara demokratis

Oleh : Riyandi Kurniawan, Sekretaris Jenderal Rumah Pemberdaya Indonesia (RPI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan prinsip modern tentang kedaulatan rakyat dan pemenuhan hak politik warga negaranya. 

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan perwujudan dari demokrasi yang dianut oleh Indonesia. 

Baca Juga

Melalui hal tersebut, seluruh elemen masyarakat perlu mempersiapkan diri untuk menyukseskan Pemilu yang berintegritas. 

Pemilu merupakan bagian integral dari demokratisasi dengan melibatkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang mampu merepresentasikan jati diri dari bangsa Indonesia. 

Dengan adanya pemilihan umum ini, maka rakyat turut serta menentukan arah pemerintahan di masa yang akan datang. 

Untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Prof Dr Muhammad (2019), terdapat lima syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas.

Kelima syarat tersebut adalah regulasi yang jelas, peserta pemilu yang kompeten, pemilih yang cerdas, birokrasi yang netral, dan penyelenggara pemilu yang kompeten dan berintegritas.

Pertama adalah regulasi yang jelas. Dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dapat membuat aturan main yang jelas dan tegas. 

Dibutuhkan sebuah pedoman bagi penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tugasnya. Dengan adanya aturan tersebut, harapannya regulasi dapat diterapkan secara adil sehingga dapat mengantisipasi praktik kecurangan dalam Pemilu, baik dilakukan oleh peserta, penyelenggara maupun masyarakat.

Kedua adalah peserta pemilu yang kompeten. Dalam hal ini, peserta pemilu adalah partai politik yang memiliki peran penting dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas. 

Partai politik memiliki peran untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan sekaligus mendidik publik agar dapat berkontestasi secara sehat. Ketiga adalah pemilih yang cerdas.

Dalam Pemilu, kesadaran politik warga negara merupakan pilar penting. Apalagi, kesadaran politik ini berkaitan dengan hak pilih, yang mempengaruhi tingkat partisipasi warga negara dalam Pemilu. 

Semakin tinggi tingkat partisipasi warga dalam menggunakan hak pilihnya, maka akan semakin kuat legitimasi hasil Pemilu. 

Keempat adalah birokrasi yang netral. Tujuan utama netralitas birokrasi ini adalah pelayanan publik tetap berjalan profesional dan tanpa diskriminasi. 

Keterlibatan perangkat birokrasi dalam politik praktis akan memperburuk kinerja pelayanan publik. 

Kelima adalah penyelenggara pemilu yang kompeten dan berintegritas. Terdapat kode etik yang menjadi yang mengatur penyelenggara Pemilu dalam menyelenggarakan Pemilu. 

Kode etik tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mendefinisikan Penyelenggara Pemilu sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis.  

Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa panduan umum kode etik yang harus ditaati ialah rasa hormat pada hukum, non-partisan, terbuka, akurat, profesional, dan kompeten, serta melayani para pemilih. 

Dengan terpenuhinya kelima syarat tersebut, Pemilu yang berintegritas dapat diselenggarakan. Untuk memenuhi kelima syarat tersebut, diperlukan kerja sama berbagai pihak, mulai dari peserta, penyelenggara Pemilu, masyarakat hingga perangkat keamanan negara.       

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement