REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, Larangan buka bersama bagi pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) perlu dimaknai secara positif. Pasalnya, alasan yang disampaikan di dalam surat tersebut adalah bahwa saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Artinya, masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran virus Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti itu. Ditambah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut status pandemi.
"Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut. Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut," ujar Saleh lewat keterangannya, Kamis (23/3/2023).
"Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada," sambungnya.
Dalam konteks ini, larangan bukber bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah. Ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan keduanya
Antara lain, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, dan pengajian. Serta, aktivitas lain yang tidak menghasilkan keramaian dan kerumunan.
"Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber," ujar Saleh.
"Yang jelas, larangan bukber ini jangan disalahartikan. Bukan melarang kegiatan keagamaan. Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadan lainnya masih diperbolehkan," sambung Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR itu.