REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu mengimbau semua pihak, termasuk penceramah agama, tidak memasukkan unsur politik praktis dalam dakwah Ramadhan dan tidak menjadikan masjid sebagai panggung untuk berkampanye politik.
"Jangan sampai bulan suci Ramadhan digunakan untuk menyampaikan materi-materi bersifat tendensius, intinya seperti itu,"kata Ketua MUI Provinsi Bengkulu Rohimin di Bengkulu, Jumat (24/3/2023).
Meskipun belum jadwal kampanye, dia menilai kegiatan ibadah di masjid selama Ramadhan berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk berkampanye, baik kampanye positif maupun negatif, karena momen itu menjadi tempat berkumpul banyak orang.
"Jadi, kami(pendakwah) menyampaikan bagaimana menyampaikan ayat dan hadis dalam kontekstual dan juga materi yang kontekstual dengan bulan suci Ramadhan (sesuai Alquran dan hadis)," katanya.
Meskipun ada pembahasan tentang pemilihan maupun kepemimpinan, lanjutnya, sudah semestinya dakwah tersebut memuat topik yang dijabarkan secara umum saja dan tidak bersifat tendensius.
"Jadi, walaupun ada misalnya pembahasan terkait pemilihan kepemimpinan itu, konteksnya dalam konteks secara umum dalam ajaran agama, itu intinyatidak tendensius,"kata Rohimin.
Guna mencegah berbagai hal yang tidak diinginkan, MUI Bengkulu telah menggelar kegiatan mudzakaroh muballighin dengan mengundang MUI kabupaten dan kota serta organisasi kemasyarakatan (ormas) agar kesucian Ramadhan tetap dijaga.
"Sebanyak 50 ormas dan MUI kabupaten dan kota kami undang. Jadi, intinya bagaimana dakwah Ramadhan fokus kepada bulan suci Ramadan. Jadi, walaupun menghadapi tahun politik tidak menggunakan bulan suci dan dakwah untuk hal-hal yang tendensius," ujarnya.