Pascakeputusan FIFA, Komisi X Minta Olah Raga tak Jadi Arena Pertarungan Politik

Untuk event olah raga internasional harus fokus pada olah raga bukan politik

Kamis , 30 Mar 2023, 15:16 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyesalkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah kegiatan FIFA World Cup U-20 yang berlangsung di detik-detik terakhir ketika memang Indonesia sudah siap menjadi tuan rumah. (ilustrasi).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyesalkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah kegiatan FIFA World Cup U-20 yang berlangsung di detik-detik terakhir ketika memang Indonesia sudah siap menjadi tuan rumah. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyesalkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah kegiatan FIFA World Cup U-20 yang berlangsung di detik-detik terakhir ketika memang Indonesia sudah siap menjadi tuan rumah. Pembatalan ini disebabkan salah satunya atas adanya statement-statement penolakan terhadap Timnas Israel.

Oleh karena itu, ia memberikan catatan untuk ke depannya bahwa ketika Indonesia menyatakan siap menjadi tuan rumah kegiatan olah raga internasional, maka fokuslah pada persaingan dan pertarungan olah raga bukan pada pertarungan politik.

Baca Juga

“Kita sangat menyesalkan sekali bahwa pembatalan ini berlangsung di detik-detik terakhir ketika kita sudah siap menjadi tuan rumah. Dan pembatalan ini disebabkan karena statement dari Pemerintah Daerah Bali yang dalam hal ini sebagai tuan rumah drawing,” ujar Dede Yusuf, Kamis (30/03/2023), dikutip dari laman resmi DPR.

Sebelumnya, Indonesia telah melakukan upaya lobi melalui Ketua PSSI Erick Thohir. Namun, opsi-opsi yang diminta Indonesia kepada FIFA ini tidak juga mencapai titik temu. “Kemungkinan juga kita kan meminta opsi-opsi seperti misalnya Israel tidak main dan sebagainya ya. Nah itu tidak bisa bagi FIFA, bagi mereka akan lebih mudah untuk memindahkannya ke negara lain yang lebih sanggup menerima ketimbang harus membuat sebuah perencanaan khusus terkait dengan satu atau dua negara anggotanya out,” ujarnya.

FIFA dalam rilisnya juga menyebutkan mengenai Tragedi Kanjuruhan sebagai salah satu alasan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20. Peristiwa Kanjuruhan ini memang meninggalkan coretan merah pada dunia sepak bola Indonesia dan menjadi peristiwa sejarah sepak bola terkelam nomor 2 di dunia yang memakan korban. Alasan tersebut menurut Dede juga diperparah dengan adanya dinamika politik di Indonesia atas polemik statement penolakan terhadap Timnas Israel.

“Artinya sudah ada coretan merah nih, nah coretan merah ini dilukai lagi dengan adanya statement-statement yang sebetulnya tidak perlu. Ya sudah, itu yang menyebabkan akhirnya FIFA mengambil kembali catatan, coretan merah itu sebagai alasan. Ini kalau misalnya tidak ada statement-statement yang menolak, ya kita tetap bisa bertanding,” tuturnya.

Gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20 ini menjadi pukulan telak kepada dunia persepakbolaan Indonesia. Sejumlah atlet, pelatih, official, suporter, mengungkapkan rasa kekecewaannya, begitu pula dengan Komisi X DPR RI lantaran berbagai persiapan telah banyak dilakukan untuk menghadapi FIFA World Cup U-20 tersebut. Para atlet telah mempersiapkan diri, sejumlah fasilitas seperti stadion juga sudah dipersiapkan termasuk juga anggaran.

“Ada APBN dan APBD yang sudah dikeluarkan dan jumlahnya tidak sedikit, mungkin ratusan miliar, saya tidak tahu pastinya. Tetapi dari Kemenpora saja sudah dianggarkan Rp 300 miliar sekian untuk event ini, belum untuk perbaikan stadion dan lain-lain. Lalu itu mau dibagaimanakan pertanggung jawabannya? Siapa yang mau bertanggung jawab? Apakah BPK nanti akan menganggap itu temuan? Itu pun harus kita kaji secara mendalam,” urainya.

Politikus Partai Demokrat itu pun memberikan catatan penting untuk Indonesia kedepannya ketika menjadi tuan rumah kegiatan internasional. Menurutnya, ketika telah mengatakan siap, maka tentu juga harus siap menghadapi segala konsekuensi apapun termasuk konsekuensi politik. Dan tentunya juga sebagai tuan rumah yang baik tentunya harus dapat menghargai semua tamu yang ada.

“Tuan rumah yang baik itu berarti tidak lagi boleh mempertanyakan, nanti tamunya nggak boleh ini ya, nggak boleh itu, ini nggak bisa. Karena kita tuan rumah. Kita harus bener-bener siap dengan segala konsekuensinya. Dan tentu kalau kita ingin menjadi tuan rumah event-event internasional, ya tolonglah para tokoh-tokoh publik berpuasa dulu lah untuk memberikan statement-statement yang bisa merusak rencana-rencana besar bagi bangsa kita,” tegasnya.

“Seperti yang saya katakan tadi ini menjadi catatan yang penting bagi kita Indonesia. Ketika kita sudah menyatakan diri ikut bidding siap sebagai tuan rumah, maka pertarungan kita itu adalah pertarungan olahraga, bukan pertarungan politik. Jadi kita harus fokus pada persaingan, pertarungan olahraga atau kompetisi olahraga bukan pertarungan dalam sudut pandang politik. Itu yang harusnya kita kemukakan,” tekannya.

Atas pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20 ini, Komisi X DPR RI juga akan kembali memanggil dan melakukan rapat dengan Plt Menteri Pemuda dan Olah raga (Menpora) dan jajarannya serta PSSI. Pertemuan ini dilakukan untuk menganalisis dampak dari pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20 dan juga mengupayakan cara agar Timnas U-20 Indonesia tetap bisa mengikuti pertandingan dan tidak terkena sanksi banned.