REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta agar rencana pembatalan penghapusan tenaga honorer jangan hanya sebatas angin surga jelang Pemilu 2024. Karena itu, ia meminta Menteri Perencanaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas, untuk segera merealisasikan permintaan presiden untuk tak melakukan penghapusan tenaga honorer.
"Tolong juga kebijakan yang transparan, jangan ini hanya angin surga karena kita akan menghadapi Pemilu, Jangan begini Pak. Kami proporsional dalam menyikapi itu walaupun kami ini adalah politisi. Harus jelas mau dibawa kemana para non ASN sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah," jelas Guspardi dikutip dari laman Komisi II DPR RI, Rabu (12/3/2023).
Menurut Guspardi, dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang memberi mandat penghapusan tenaga honorer sampai tenggat 28 November 2023, membuat pemerintah masuk ke dalam keadaan yang sulit.
Dia menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 5 tahun 2014, PP Nomor 49 Tahun 2018 menjadi buah simalakama bagi pemerintah pusat. Di mana pada pasal 96 dinyatakan bahwa PPK dan pejabat lain dilarang untuk melakukan pengangkatan di luar Non ASN dan P3K.
"Di satu sisi, di PP ini mengatakan bahwa yang 2018 ke bawah itu dinyatakan bahwa pegawai non-ASN masih dapat bekerja sampai dengan 2023,” kata dia.
Selain itu, politikus fraksi PAN itu meragukan jumlah 2,3 juta tenaga honorer, yang dinilainya data tersebut belum valid. Sebab, menurut dia, masih ada sebagian instansi yang belum menyerahkan data tenaga honorernya ke Kemenpan-RB. Dia menilai, validasi data penting demi menentukan arah kebijakan yang benar pula.
“Validitasnya sampai detik ini saya katakan juga belum pas. Walaupun Bapak mengatakan 2,3 juta orang lebih (tenaga honorer)," jelas dia.
Menpan-RB, Abdullah Azwar Anas, mengungkapkan, penanganan tenaga non-ASN atau honorer dilakukan dengan prinsip menghindari sejumlah hal. Di antaranya, menghindari PHK massal, pembengkakan anggaran, tak mengurangi pendapatan yang diterima mereka saat ini, dan sesuai regulasi.
"Berdasarkan masukan dari DPR dan stakeholders, penanganan tenaga non-ASN dilakukan dengan prinsip menghindari PHK massal, menghindari pembengkakan anggaran, tidak mengurangi pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini, serta sesuai dengan regulasi yang ada," ujar Anas dalam siaran pers, Selasa (11/4/2023).
Dia menyampaikan, pemerintah sangat serius untuk melakukan penataan sumber daya manusia (SDM). Sebab, Anas menjelaskan, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan dia sebut sangat signifikan. Dalam tindak lanjut penanganan tenaga non-ASN, dukungan semua pihak dalam penanganan tenaga non-ASN menjadi keniscayaan agar iklim birokrasi tetap baik.
“Faktualnya memang peran tenaga non-ASN ini cukup vital dalam menunjang berbagai fungsi pelayanan publik. Sehingga pemerintah dengan masukan dari DPR, DPD, asosiasi pemda, dan stakeholder terkait terus menyiapkan skema yang win-win solution,” kata Anas.
Dia mengatakan, perlu kesepahaman bersama terkait prinsip dasar yang harus disepakati sehingga ada kesamaan pedoman dalam mengambil solusi alternatif penanganan tenaga non-ASN yang tepat dan adil. Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi arahan untuk mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non-ASN ini.
"Tadi kami rapat dengan DPR, terima kasih atas masukan dan saran dari pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI, yang insyaallah akan semakin mempertajam skema kebijakan penyelesaian tenaga non-ASN yang kini sedang digodok,” ujar Anas.
Dia melaporkan, proses pendataan non-ASN telah dilaksanakan sejak tahun 2022. Instansi yang telah mengunggah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebanyak 595 instansi. Sehingga total non-ASN yang sudah dilengkapi SPTJM sebanyak 2.355.092 orang. Dalam menindaklanjuti hasil penataan Non-ASN, Kemenpan-RB berkoordinasi dengan BPKP untuk melakukan audit data yang disampaikan pada sistem Pendataan Non-ASN BKN.