Kamis 20 Apr 2023 17:34 WIB

Idul Fitri Momentum Menyehatkan Penyelenggara Negara yang Sakit

Dengan takwa persoalan bangsa dengan sendirinya akan terselesaikan.

Idul Fitri harus menjadi momentum untuk menyehatkan bangsa ini dari penyakit korupsi, dan kepekaan terhadap rakyat. Foto Ilustasi daftar para pejabat dan keluarganya yang tersangkut dalam kasus flexing.
Foto: Umi Nur Fadilah/Republika,
Idul Fitri harus menjadi momentum untuk menyehatkan bangsa ini dari penyakit korupsi, dan kepekaan terhadap rakyat. Foto Ilustasi daftar para pejabat dan keluarganya yang tersangkut dalam kasus flexing.

Oleh : Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat.

REPUBLIKA.CO.ID, Idul Fitri atau Lebaran biasa disebut oleh masyarakat Indonesia yang dirayakan setiap tahun sekali, sebagai ungkapan syukur atas selesainya menunaikan ibadah puasa Ramadhan merupakan momentum refleksi diri bagi tiap-tiap pribadi. Setelah 11 bulan Hijriyah umat Islam menjalani kehidupan yang syarat dengan perilaku yang mungkin banyak menyimpang, baik secara vertikal maupun horizontal dibanding dengan ibadah yang rutin kepada Sang Khalik Allah SWT.

Selama satu bulan penuh umat Islam diwajibkan berpuasa dengan tujuan akhir agar menjadi manusia yang bertakwa, seperti yang tercantum dalam Al Quran, yang artinya "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa." Takwa bagi umat Islam adalah bukan hanya bentuk ibadah ritual kepada Allah SWT, melainkan juga bagaimana mengimplementasikan kebaikan dan memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari kepada sesama manusia, serta kepada semua makhluk ciptaan-Nya.

Jika penerapan takwa itu dilakukan bukan hanya ibadah ritual, melainkan dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, persoalan yang melilit bangsa ini dengan sendirinya akan terselesaikan. Karena semua warga bangsa dengan ketakwaan yang dimilikinya, dia akan membantu tetangganya yang mengalami kesulitan, dia akan taat dan menjunjung tinggi hukum apa pun status, pangkat, dan sosialnya di masyarakat, tanpa diminta ia akan turut membantu kemajuan bangsa ini, ia tidak akan mengambil segala sesuatu yang bukan haknya. Indonesia akan damai, tertib secara hukumnya, serta sejahtera rakyatnya karena nilai ketakwaan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Orang-orang yang mengimplementasikan ketakwaannya dalam kehidupan sehari-hari bukan tidak ada. Ia tetap akan ada meskipun jumlahnya kalah jauh dengan orang-orang yang bertindak sebaliknya. Karena fenomena banyaknya kejahatan di dunia ini lebih banyak persentasinya dibanding dengan kebaikan. Namun, percayalah meskipun kejahatan itu tampak kampiun, megah, dan gemerlap pada akhirnya ia akan kalah dengan kebaikan dan kesederhanaan. 

Sebelum bulan Ramadhan tahun ini, rakyat telah banyak disuguhkan dengan berita di media dan medsos tentang gaya hidup hedonis para pejabat negeri ini beserta keluarganya. Mereka semua tidak peka atas kesulitan yang dialami bangsa ini pasca-pandemi Covid-19 serta adanya gejolak resesi ekonomi global yang dirasakan di Indonesia.

Dengan santainya, mereka berselancar di medsos dengan barang-barang branded yang dipakai dan sedang pelesiran di negeri antah berantah. Kepekaan mereka yang gajinya dan fasilitas jabatannya berasal dari pajak yang rakyat bayarkan selalu dibalas dengan perilaku menyalahgunakan jabatan itu untuk kepentingan memperkaya dirinya saja.

Pemerintah melalui presiden Jokowi selalu menyampaikan agar kita menggunakan produk dalam negeri, malah hampir semua pejabat negeri ini yang digaji dari pajak yang rakyat bayarkan barang-barangnya mungkin sampai 100 persen buatan mancanegara. Ini adalah ironis dan kontra produktif karena program pemerintah malah tidak dilakukan, apalagi didukung oleh aparatur pemerintahnya.

Dari semua persoalan negeri ini mulai dari utang negara yang makin menggunung, korupsi merajalela, hasil tambang dirampok yang dibeking aparat, perilaku pejabat negara yang hedonis sampai dengan hakim MA yang tajir karena menerima suap mau kita perbaiki di mulai dari mana. Rasanya kita hampir frustrasi, apakah negeri ini akan dapat sembuh dan sehat dari semua penyakit yang bersumber dari para penyelenggara negara ini.

Kita semua, masyarakat Indonesia yang sedang terimpit utang untuk dapat bertahan hidup, anak sekolah belum bayaran, istri sakit keras tidak punya biaya berobat dan lain-lain, kesulitan hidup, tapi negara tidak menolong. Tidak mau bermimpi lagi bahwa yang terpilih nanti ternyata lebih otoriter dari rezim ini yang sudah banyak mempertontonkan ketidakadilan. Kami ingin pemimpin ke depan adalah pemimpin yang dapat mewujudkan mimpi-mimpi kami rakyat Indonesia, bukan yang hanya memberi mimpi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement