Sabtu 29 Apr 2023 05:19 WIB

Al Zaytun dan NII KW9? (Bagian 2)

DII/TII imbas perjanjian Renvile dan pemberantasannya disusupi eks PKI Madiun

Kompleks Pondok Pesantren Az Zaytun.
Foto: Republika.co.id
Kompleks Pondok Pesantren Az Zaytun.

Oleh: Budi Saksono, Peneliti Indipenden Sosial Budaya

Menjawab pertanyaan menggantung pada bagian satu kenapa operasi intelijen membangun NII KW9 dilakukan di Jawa Barat? Jawabnya, maka kita harus mundur lagi keperistiwa kegagalan diplomasi Indonesia pada perjanjian Renville 1948 yang hasilnya justru wilayah RI yang diakui malah lebih kecil dari hasil perjanjian Linggarjati 1946. 

Perjanjian tersebut menghasilkan kesepakatan di mana hanya Sumatra dan Jawa yang mendapat pengakuan kemerdekaan minus Jawa Barat. Inilah yang  kemudian menyebabkan peristiwa:Bandung Lautan Api" dan hijrahnya divisi Siliwangi ke ibukota Yogyakarta (Long March).

Sebagai tentara nasional tentu mau tak mau divisi Siliwangi harus ikuti perintah Presiden Soekarno dan Panglima Besar Jendral.Soedirman. Divisi ini terpaksa harus  mengosongkan wilayah Jawa Barat dari militer Indonesia. Namun para laskar rakyat yang tidak terikat dengan pemerintah tak rela melepaskan Jawa Barat kepada pasukan kerajaan Belanda.

Disinilah para laskar itu berhimpun dalam satu wadah dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Dia kemudian mengibarkan  panji bulan sabit putih merah mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Mereka bermarkas di antara wilayah Tasikmalaya-Sukabumi-Garut.

Singkat kisah, gerakan NII DI/TII ini tetap eksis bahkan hingga pemerintahan RI kembali keJakarta setelah masa masa sulit diYogyakarta. Mereka kemudian berganti menjadi gerakan pemberontakan yang melakukan perlawaban terlama dibanding PRRI/Permesta dan PKI misalnya.

Kisah pemberantasan DI/TII ini sendiri juga dilakukan dengan teknik intelijen. Ini terutama dengan melakukan false flag operation atau operasi bendara palsu di mana Soeharto dan Ali Murtopo  yang kala itu merupakan perwira intel tentara angkatan darat. Keduanyalah yang merekrut para tentara angkatan darat yang terlibat dikelompok PKI Madiun untuk menjalankan misi dirty job dengan imbalan keselamatan, kenaikkan pangkat, dan jabatan dimiliter.

Maka para penyusup ini kemudian memakai seragam, lambang, simbol dan bendera TII bersenjata lengkap. Mereka melakukan teror di desa desa seputar Tasikmalaya dan Garut . Bahkan mereka tak segan membakar masjid=masjid, membunuh santri dan guru guru agama, memperkosa dan merampok rumah rumah para juragan desa.

Seketika masyarakat yang tadinya mendukung dan melindungi aktivitas DI/TII jadi ketakutan dan antipati pada DI/TII dan disaat itulah setelah mendapat sinyal dari Soeharto dan Ali Murtopo pihak AH Nasution merangkul masyarakat untuk memberantas Darul Islam dengan melancarkan operasi Pagarbetis akronim dari Pasukan Garnisun Berantas Tentara Islam dimana dengan dukungan masyarakat lokal yang terpengaruh operasi fitnah terhadap DI/TII itu bahu membahu bersama TNI&Polri mempersempit ruang gerak DI/TII hingga tertangkapnya imam besar Darul Islam SM Kartosuwiryo dalam kondisi kelaparan dan sakit sakitan.

Sedang paska selesainya operasi 1962 itu para perwira penyusup yang telah kembali dalam dinas militer AD terlibat dalam pemberontakan lain pada 1965 mereka terutama adalah letkol Untung, Kolonel Latief dan Jendral Supardjo memberantas dewan jenderal yang diantaranya adalah mantan mantan pimpinan mereka saat operasi Pagarbetis tiga tahun sebelumnya.

Setelah semua itu bisa dipadamkan dan Soeharto berkuasa dengan orde barunya kekhawatiran rezim akan bangkitnya ideologi negara Islam masih menghantui dan karena itulah sekali lagi Ali Murtopo dibantu murid muridnya yaitu Beny Moerdani cs menyusun FFO model baru dengan bentuk pesantren binaan HendroPri bernama Al. Zaytun itu sebagai wadah NII KW9 alias NII abal abal untuk menjerat dan melokalisir potensi kebangkitan umat.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement