REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengaku prihatin atas banyaknya kasus KDRT yang belakangan menjadi perhatian publik. Terlebih, sebagian besar korbannya adalah perempuan.
Untuk itu, Luluk mendukung sikap korban yang berani melaporkan kejadian kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib. Ia merasa, itu menjadi salah satu langkah yang lebih maju mengingat umumnya korban khawatir.
"Umumnya korban KDRT sering masih memiliki kekhawatiran, bahkan ketakutan manakala harus berhadapan dengan aparat kepolisian," kata Luluk, Jumat (26/5).
Luluk turut meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggalakkan sosialisasi pentingnya pertolongan ke korban KDRT. Serta, membuat layanan sosial yang dapat diakses lewat berbagai media.
Hal itu penting agar korban tahu bagaimana harus bersikap dan ke mana mencari pertolongan. Selain itu, pelatihan kepada aparat penegak hukum harus terus dilakukan menggunakan kerangka HAM dalam menangani kasus.
Maka itu, ia mendorong semua elemen masyarakat dan lembaga pemerintahan agar bersinergi dalam penanganan kasus KDRT. Dengan kolaborasi diharap kasus kekerasan cepat teratasi dan pelaku mendapatkan sanksi setimpal.
Luluk berharap, korban KDRT tidak takut mencari bantuan lembaga-lembaga pendamping. Meskipun memang tidak mudah bagi korban ke luar dari situasi kekerasan dan bebas melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan diri.
"Banyak korban memilih menyimpan rapat-rapat karena KDRT dianggap tabu, memalukan dan lainnya. Tapi, yakinlah pasti ada solusi dari tiap masalah dan manfaatkan sarana fasilitas layanan yang ada karena pasti membantu," ujar Luluk.
Untuk pencegahan KDRT semakin banyak terjadi, ia berharap, pemerintah mengoptimalkan program pembekalan dan pendampingan bagi setiap pasangan yang hendak menikah. Termasuk, dalam program pembekalan calon pengantin.
"Kurikulum tentang keadilan gender juga harus ada untuk menghapus bias, diskriminasi dan stigma, juga aksi viktimisasi dari pelaku yang dapat merugikan korban," kata Luluk.