Jumat 02 Jun 2023 17:00 WIB

Fix You dan Sayap-Sayap Imajinasi

Mereka dibukakan ruang imajinasi yang tinggi bahwa batas prestasinya ialah langit.

Pesepak bola Timnas Indonesia U-22 berselebrasi bersama suporter usai menundukkan Thailand pada pertandingan final SEA Games 2023 di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (16/5/2023). Indonesia berhasil meraih medali emas usai mengalahkan Thailand 5-2.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pesepak bola Timnas Indonesia U-22 berselebrasi bersama suporter usai menundukkan Thailand pada pertandingan final SEA Games 2023 di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (16/5/2023). Indonesia berhasil meraih medali emas usai mengalahkan Thailand 5-2.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Iggi H Achsien, Sekjen MES

Sangat sulit untuk membayangkan menonton sepak bola tanpa keberpihakan. Tanpa mendukung salah satu tim yang bertanding. Memang bisa saja hanya untuk menikmati pertandingan  atau sekadar menjadi pengamat sepak bola. 

Menyaksikan teknik dan skill pemain, menilai kepemimpan wasit, melihat brutalnya pelanggaran, membuat hitungan statistik operan, lemparan ke dalam, dan tendangan sudut, mendengarkan komentator, serta terutama menonton gol-gol yang tercipta dalam pertandingan. 

Tanpa keberpihakan, pertandingan niscaya kurang menarik. Tidak akan ada imajinasi, adrenalin, emosi yang dirasakan.  Dengan keberpihakan, imajinasi melayang-layang, adrenalin mengalir, dan emosi akan berfluktuasi tajam. 

Naik turun, bahkan bisa lebih ekstrem dari harga saham,  nilai tukar, atau bahkan bitcoin. Emosi saat menonton sepak bola tidak ada batasnya, tidak ada auto rijek atas (ara) ataupun auto rijek bawah (arb). 

Adrenalin dan emosi membuat aliran darah mengalir lebih cepat, membuat dag dig dug karena degup jantung berdetak lebih keras. Bahkan mungkin jantung sempat jatuh ke sela sela usus tapi kemudian kembali lagi ke tempat semula. 

Juga membuat napas tidak beraturan akibat teriakan disertai tangan mengepal atau tepukan tangan. Ada kekhawatiran saat tim yang dibela sedang diserang atau terjadi kemelut di depan gawang. Ikut emosi ketika pemainnya dilanggar tapi didiamkan wasit.

Yang luar biasa adalah saat tim kesayangan mencetak gol, ektase membuncah bersama suporter lainnya. Hal-hal demikian yang membuat tontonan jadi lebih asyik. Perasaan luar biasa yang mungkin hanya bisa ditandingi momen saat jatuh cinta.

Saya ikut menjadi saksi mata langsung kemenangan timnas sepak bola pada Sea Games 2023 di Kamboja. Keberpihakan kepada timnas, membuat tontonan final menjadi momentum yang sedemikian dramatis. 

Saya juga melihat sendiri apa yang dilakukan Ketum PSSI Erick Thohir (ET) dan Waketum Zainudin Amali di sana. ET sempat mendatangi ofisial AFC dan ikut turun ke pinggir lapangan saat terjadi keributan, di sisi lain Waketum Zainudin tidak henti-hentinya berdoa. 

Alhamdulillah, timnas akhirnya berhasil mengembalikan medali emas (yang tidak pernah pulang selama 32 tahun) dari cabang olahraga paling prestisius di Sea Games itu. 

Sesaat setelah timnas merebut medali emas sepak bola Sea Games, saya ditanya seorang teman, "Apakah ini karena faktor ET?" Saya tanpa ragu menjawab: bukan. ET baru tiga bulanan menjadi Ketum PSSI. 

Tidak mungkin membentuk tim kuat dan mengembalikan medali emas dalam hitungan pekan atau bulan. Prestasi itu jelas perjalanan panjang lewat aneka ikhtiar yang saling tersambung: pelatih, pemain, pelatihan, kompetisi, fasilitas, dan seterusnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement