Pelaku, penggembira, dan pengamat politik, suka berpikir seolah-olah peta politik umat Islam yang diletakkan pada Pemilu (1955) adalah final, permanen, dan tidak berkembang. Seolah-olah politik Islam hanya berputar-putar sekitar dikotomi antara sekuler versus islamis, abangan versus santri, tradisionalis versus modernis, dan skripturalis versus substansialis. Antara I versus You, Aku versus...
Berita Lainnya