REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bayu Candra Winata, MP, Manajer Rumah Pembaharu Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa, Tim Peneliti Pengembangan Kawasan Madaya Dompet Dhuafa
Per September 2022, jumlah penduduk miskin mencapai 26,36 juta orang, naik 0,20 juta orang terhadap Maret 2022 (BPS, 2023). Mayoritas pulau di Indonesia menunjukkan peningkatan persentase pendudukan miskin, hanya pulau Sumatra yang menunjukkan penurunan.
Kondisi tersebut tentu memprihatinkan, ketika pembangunan masyarakat dan pengentasan kemiskinan terus digencarkan oleh berbagai stakeholder. Paradigma pembangunan yang dilakukan mengalami perubahan dari masa ke masa, sesuai dengan konteksnya. Salah satu pendekatan yang dipandang efektif adalah menggunakan pengembangan kawasan.
Pengembangan kawasan merupakan usaha untuk membangun dan meningkatkan saling ketergantungan dan interaksi antara sistem ekonomi, manusia atau masyarakat, dan lingkungan hidup beserta sumber daya alamnya dalam satu ekosistem. Pada konteks ini, maka setiap kawasan perlu menemukenali komoditas/sektor unggulan yang akan menjadi inti dari kawasan. Pada praktiknya, proses pembangunan dan pemberdayaan di tingkat kawasan memiliki keberhasilan tinggi ketika dikelola oleh SDM lokal (local hero) yang terlatih dan terampil bersama masyarakat.
Merujuk pada studi kasus di Dompet Dhuafa, organisasi kemanusiaan yang meneguhkan dirinya pada sektor pemberdayaan masyarakat, telah mencanangkan 60 kawasan mandiri dan berdaya (MADAYA) di bulan April 2022. Kawasan Madaya Dompet Dhuafa dikembangkan dengan pendekatan intensifikasi program pemberdayaan masyarakat berbasis kawasan yang telah ditetapkan perimeternya, baik berbasis geografi ekologis maupun administratif pemerintahan.
Kawasan ini merupakan program multi tematik yang meliputi lima pilar, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan dakwah. Pada proses implementasi konsep, intervensi di kawasan menggunakan metode pendekatan filantropreneurship, dengan tiga tahapan, yakni pendampingan mustahik, penguatan kelembagaan kemitraan, dan aliansi nasional social enterprise.
Lingkar intervensi pertama yang diinisiasi adalah pemberdayaan ekonomi berbasis komoditas unggulan, yang diharapkan memberikan kepastian terbentuknya sumberdaya bagi pembiayaan program tematik lainnya. Selanjutnya pada lingkar intervensi kedua, kawasan dikembangkan menjadi kawasan pendidikan, khususnya pendidikan fungsional yang berhubungan langsung dengan komoditas ekonomi yang dikembangkan. Setelah itu dilanjutkan dengan pengembangan program pendidikan berbasis institusi pendidikan formal yang ada di lokasi kawasan.
Kemudian di lingkar intervensi ketiga, pengembangan kawasan sehat, di mana seluruh kawasan dikelola dengan penguatan perilaku sehat masyarakat berbasis promotif, preventif, dan kuratif. Intervensi kesehatan ini bekerja sama dengan faskes yang terdapat di lokasi kawasan untuk mengelola isu-isu kesehatan Indonesia, dan bertujuan menghasilkan kader-kader sehat di kawasan.
Terakhir, kawasan pengembangan lingkungan dan budaya. Dalam program ini, kesadaran lingkungan berbasis adaptasi terhadap perubahan iklim dan kesiagaan bencana dikembangkan menjadi sistem sosial di masyarakat. Selain itu, juga menggunakan pendekatan budaya lokal yang memperkuat akar kekeluargaan dan ikatan sosial masyarakat.
Semangat meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui optimalisasi sumberdaya lokal yang terintegrasi dan berkelanjutan perlu didukung oleh banyak pihak. Setidaknya, dari 24 kawasan yang sudah dikelola oleh Dompet Dhuafa, terdapat catatan kritis dari proses pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan selama ini, yaitu terletak pada ketersediaan sumber daya manusia lokal (local hero) yang terlatih dan terampil.
Oleh karena itu, model pemberdayaan yang bertumpu pada manusia (people centered) harus terus digalakkan. Kemandirian dan keberdayaan suatu kawasan hanya akan tercapai jika manusia/masyarakatnya memiliki kemandirian dan keberdayaan dalam mengelola kehidupan dan aset penghidupan (livelihood) yang tersedia.
Untuk menjamin ketersediaan dan keberlanjutan SDM lokal (local hero) yang terlatih dan terampil dalam pengelolaan kawasan, maka perlu dilakukan penguatan ekosistem pendidikan madaya (mandiri dan berdaya) berbasis kawasan. Penguatan ekosistem tersebut dilihat dari tiga indikator utama, yaitu terbangunnya ekosistem pendidikan yang dinamis, berkesinambungan, dan saling menguatkan, kurikulum khas yang menguatkan iklim pemberdayaan lokal, dan pendidikan fungsional berbasis potensi lokal. Lantas, kita bertanya bagaimana menguatkan ekosistem pendidikan madaya berbasis kawasan yang mendukung keberlanjutan pengembangan kawasan agar tercapai kemandirian dan keberdayaannya? Tentu selalu ada cara untuk menghadapi tantangan dan persoalan.
Setidaknya kita perlu melakukan empat model intervensi untuk menguatkan ekosistem pendidikan madaya berbasis kawasan. Pertama, mesti ada proses perbaikan dan peningkatan ketahanan pada skala keluarga agar lebih mandiri dan berdaya. Sebut saja Keluarga Madaya, merupakan keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri dan memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan dan kesulitan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Penguatan keluarga bisa dilakukan dengan empat program...