Oleh : Guntur Soekarno, Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/Pemerhati Sosial.
REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan hari ini kalangan keagamaan, khususnya Islam, dibuat geger dan berkomentar macam-macam dari yang moderat hingga yang ekstrem, sehubungan dengan adanya pernyataan-pernyataan dan tindakan-tindakan dari Panji Gumilang serta kondisi-kondisi di Pondok Pesantren Al-Zaytun. Dari yang katakanlah yang sepele seperti menyanyikan lagu "Havenu Shalom Aleichem" yang berbahasa Ibrani. Reaksi keras datang dari Ustadz Abdul Somad yang berpendapat lagu tersebut “haram” karena adalah sebuah lagu bangsa Yahudi yang diharamkan dalam ajaran Islam.
Dalam hal ini, penulis yang keIslamannya masih “cetek” ingin bertanya bagaimana dengan menyanyikan lagu Yahudi yang lain dan berbahasa Ibrani, seperti "Haben ya Firly", "Henematov" juga "Havana Geela" yang sering dibawakan oleh beberapa penyanyi kondang kita, bahkan oleh paduan suara yang terdiri atas 200 penyanyi dari salah satu perguruan tinggi di Indonesia, yang hampir seluruh anggotanya penganut Islam/Muslim.
Bila kita tinjau dari sudut pandang ajaran-ajaran dan pikiran-pikiran Bung karno dalam bidang sosial politik, khususnya, seni dan budaya maka Bung Karno mengajarkan yang kita harus benci bukanlah bangsa atau ras Yahudi yang menganut paham Zionisme. Melainkan adalah sekelompok Zionis Yahudi yang mendirikan negara Israel di pelopori oleh Ben Gurion dan Golda Meir pada tahun 1948, yang kemudiannya mengolonisasi sebagian tanah Palestina dan di Proklamasikan sebagai negara Israel. Jadi menurut Bung Karno yang harus kita “haramkan” adalah sistem kolonialisme dan Imperialisme Israel.
Bukan ras Yahudinya seperti pendapat Adolf Hitler yang beranggapan ras/kaum Yahudilah yang membuat sengsaranya dunia sehingga perlu dimusnahkan keseluruhannya dari muka bumi.
Oleh sebab itulah Bung Karno yang seorang Muslim dan Doktor HC dalam ilmu Tauhid juga dalam Falsafah Islam dari Universitas Al-Azhar Mesir tidak membenci kaum Yahudi bahkan mempunyai seorang sahabat keturunan Yahudi, yakni Pelukis kondang Ernest Deezentje sejak era pembuangan di Ende Flores. Setelah menjabat sebagai Presiden pertama RI dan bermukim di Istana Merdeka Jakarta yang bersangkutan juga tidak pernah mempersoalkan kepala rumah tangganya pada era tahun 1950an adalah seorang belanda keturunan Yahudi Bernama Van Der Bell, begitu juga dengan kepala binatunya (Juru Cuci) blasteran Yahudi Jo Demeni seorang perempuan. Demikianlah sepintas pikiran-pikiran Bung Karno yang pastinya juga dianut oleh jutaan pengikut-pengikutnya, khususnya kaum Patriotik Sukarnois.
Meluruskan pandangan Panji Gumilang mengenai Sukarno
Penulis sebagai pengamat sosial politik yang selalu mengikuti berita-berita surat kabar, TV, media sosial (Medsos), dan lain sebagainya merasa harus meluruskan atau mengoreksi adanya pendapat-pendapat yang minor dari ajaran-ajaran pikran-pikiran Panji Gumilang terutama yang menyatakan adanya mazhab Bung Karno dalam Islam. Hal tersebut 100 persen salah dan tidak benar. Yang bersangkutan tidak pernah mengajarkan atau mengadakan sebuah mazhab yang berhubungan dengan agama Islam. Pegangan Bung Karno dalam beragama Islam adalah jelas Alquran dan Sunnah Rasul tidak ada yang lain!
Oleh karena itu, adanya kalangan mana pun yang mengadakan mazhab Bung Karno haruslah dilawan serta diluruskan. Karena secara ideologi dan sosiologis yang ada adalah visi Bung Karno mengenai agama, khususnya islam. Antara mazhab dan visi berbeda laksana bumi dan langit. Mazhab adalah mazhab, visi adalah visi. Salah satunya adalah dalam beragama umat beragama hendaknya mempunyai kemerdekaan otak, kemerdekaan hati, dan kemerdekaan pengetahuan. Tanpa hal-hal tersebut maka agama akan menjadi agama yang ortodok, kuno, karena tidak ikut zaman dan tidak dapat menjadi tempat perlindungan bagi umatnya. (Soekarno; Wejangan Revolusi).
Khususnya, mengenai pendapat Panji Gumilang yang dilaksanakan di Pesantren Al-Zaytun tentang pendapat Bung Karno bahwa tabir adalah lambang perbudakan perempuan sudah dipelesetkan oleh Panji Gumilang menjadi shaf perempuan boleh ditempatkan di muka shaf lelaki, lebih ekstrem lagi lelaki dan perempuan dapat berada dalam shaf yang sama. Pendapat itu benar-benar sangat bertentangan dengan visi Bung Karno mengenai persamaan derajat perempuan dan lelaki dalam Islam. Terbukti Masjid Baitul Rachim di komplek Istana Merdeka tidak pernah menempatkan shaf wanita di muka shaf lelaki. Shaf lelaki harus tetap di muka shaf perempuan dan dibatasi oleh jarak pemisah tanpa tabir. Campur aduk perempuan lelaki dalam satu shaf adalah dilarang. Keistimewaan lain dari masjid tersebut adalah tempat mengambil air wudhu bukan dari keran, sebagaimana lazimnya melainkan dari lubang sebuah batu kali besar yang beratnya berton-ton yang dapat mengeluarkan air dari sebuah lubangnya. Hal ini adalah kreasi istimewa Bung karno sehubungan dengan penguasaan teknologi modern sesuai kemerdekaan pengetahuan dalam beragama seperti sudah dijelaskan di atas.
Hal lain yang penting dibahas adalah mengenai konon adanya keterkaitan Al-Zaytun dengan Gerakan NII (Negara Islam Indonesia) ide dari Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo di tahun 195-an, yang mendapat dukungan baik logistik dan persenjataan dari Amerika Serikat melalui agen andalan CIA Bill Palmer dan menggunakan AMPAI (American Motion Picture Assosiation Indonesia) sebagai kedok organisasinya.
Seperti apa yang Bung Karno ajarkan, yaitu suatu ide apalagi suatu ide yang bersifat revolusioner tidak dapat dibunuh atau dihilangkan maka demikian juga ide NII sampai dengan saat ini tetap ada dan eksis.
Oleh sebab itu, berita mengenai ada keterkaitannya Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan NII perlu mendapat penyelidikan yang mendetail dan saksama dari pihak pemerintah, dalam hal ini Kemenag bekerja sama dengan seluruh komunitas intelijen untuk memastikan kebenaran sinyaleman tersebut di atas.
Bila ternyata ada keterkaitan Al-Zaytun dengan NII, menurut hemat penulis, pemerintah harus berani bertindak tegas dan keras bila perlu membubarkan keberadaan bukan saja Pondok Pesantrennya, melainkan juga keseluruhan aset-aset yang dimiliki Panji Gumilang. Misalnya, Gedung Sukarno, galangan kapal, dan lain sebagainya.
Kepada seluruh karyawan dan santri-santrinya hendaknya diberikan Indoktrinasi Nation And Character Building sesuai pikiran-pikiran serta ajaran-ajaran Bung Karno yang benar secara terus-menerus dan masif.
Karena ide hanya dapat dilawan dan diubah hanya dengan ide pula. Hal tersebut pastinya minta waktu yang cukup lama karena sebuah ide, yang telah berakar pada suatu kelompok masyarakat sangat sulit untuk mengubahnya.
Dalam hal ini, ada baiknya bila pihak Panji Gumilang bertindak kooperatif untuk menyelesaikan secara menyeluruh dan tuntas masalah Pondok Pesantren Al-Zaytun. Dari sundut pandang Geostrategis dunia yang + 10 tahun belakangan ini telah berubah pesat, ternyata ada kemungkinan Amerika Serikat bermain di belakang semua ini. Badan Intelijen Israel MOSSAD dan Amerika Serikat CIA, juga MI-6 Inggris dapat saja bekerja sama menghimpun agen-agen mereka di Indonesia. Seperti ketika mereka berusaha menggagalkan pertemuan G-20 di Bali beberapa waktu yang lalu, melalui Gilchalan agen ganda Iran dan Israel yang mencoba mendirikan pusat operasi agen-agen yang berhasil dihimpun di Pulau Bali. Syukur alhamdulillah usaha mereka terdeteksi oleh komunitas intelijen Indonesia sehingga operasi mereka gagal total.
Bagi Panji Gumilang, kini hanya ada satu pilihan yang terhormat, yaitu bersedia bermusyawarah dalam mufakat dengan seluruh aparat pemerintah agar masalah Al-Zaytun terselesaikan secara totalitas dan menyeluruh. Insya Allah!