Oleh : Israr Itah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Zoysia Japonica dan Zoysia Matrella jadi trending topic beberapa hari kemarin. Penyebabnya inspeksi yang dilakukan para menteri ke lapangan rumput Jakarta International Stadium (JIS). Pemerintah ingin merenovasi JIS agar layak menjadi venue Piala Dunia U-17, salah satunya dengan perbaikan rumput lapangan JIS. Langkah yang direspons kontra oleh sebagian pihak yang menilai ada politisasi untuk menjatuhkan Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang getol mewujudkan berdirinya JIS.
Kata Zoysia Matrella mulai akrab di telinga saya pada 2010. Nama salah satu jenis rumput yang subur di Asia ini keluar dari mulut Mahfudin Nigara, ketika itu menjabat sebagai Direktur Pengelola dan Pengembangan Gelora Bung Karno (PPGBK). Bang Nig, saya dan rekan-rekan wartawan biasa menyapanya, kala itu menjelaskan kepada saya tentang seluk beluk perawatan rumput Stadion GBK jelang laga timnas Indonesia di Piala AFF.
Sosok yang juga merupakan jurnalis olahraga senior tersebut menjelaskan panjang lebar tentang sulitnya menjaga kualitas rumput lapangan sepak bola, khususnya Stadion GBK yang cukup sering digunakan untuk berbagai event di luar olahraga. Pihak PPGBK sampai harus menyediakan tempat untuk mengembangbiakkan Zoysia Matrella, yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk menambal area lapangan yang rumputnya rusak.
Teknologi yang terus berkembang membuat cara merawat lapangan sepak bola juga semakin kompleks. Jenis rumput dan cara penanamannya juga. Namun tentu saja dengan hasil yang lebih baik.
Para penonton jadul sepak bola Liga Inggris mungkin masih mengingat bahwa pada masa lalu, rumput stadion bisa terkelupas bersama tanahnya saat pertandingan. Biasanya karena sliding tekel atau eksekusi tendangan bebas. Biasanya juga, para pemain mencoba mengambil bagian rumput yang terkelupas bersama bagian tanahnya itu untuk ditempelkan kembali ke tempat semula.
Sekarang, sulit rasanya menyaksikan pemandangan serupa di layar kaca. Ini karena teknik pengelolaan rumput lapangan sepak bola di Eropa sana yang semakin baik. Permukaan rumput lebih kuat dan tahan dari injakan sepatu-sepatu sepak bola.
Pada pertengahan 2019, saya beruntung mendapatkan undangan dari seorang teman untuk melihat langsung dari dekat kualitas rumput lapangan latihan klub Paris Saint-Germain (PSG) yang menakjubkan. Juga menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri betapa istimewanya kualitas lapangan stadion Parc des Princes, markas PSG.
Kala itu, saya diberi kesempatan menginjak sisi lapangan, tapi tidak bagian dalamnya. "Kamu bisa berdiri di situ, tapi jangan injak rumput lapangannya. Pria itu akan sangat marah kepadamu," kata seorang ofisial sambil menunjuk sosok pria yang tengah sibuk memegang peralatan pemotong, sehari sebelum pertandingan penutup musim Ligue 1 2018/2019 yang akan dijalani PSG.
Sosok pria yang dimaksud bernama Jonathan Calderwood. PSG menariknya pada 2013 karena Calderwood punya reputasi mentereng sebagai Groundsman di Inggris. Ia seorang sarjana pertanian yang kemudian mengambil diploma jurusan Ilmu Rumput dan Manajemen Lapangan Olahraga.
Calderwood menangani lapangan Stadion Molineux milik Wolverhampton Wanderers, Villa Park kepunyaan Aston Villa, serta stadion Wembley Lama sebelum bekerja untuk PSG pada 2013. Sejak hijrah ke Paris, PSG hampir setiap tahun mendapatkan penghargaan lapangan dengan permukaan rumput terbaik di Ligue 1 Prancis.
Dalam satu wawancara...