Rabu 12 Jul 2023 09:42 WIB

Revitalisasi Koperasi sebagai Sokoguru Ekonomi

Di era disrupsi dan ekonom digital, koperasi menghadapi tantangan turbulensi ekonomi.

Ilustrasi Koperasi Simpan Pinjam
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Koperasi Simpan Pinjam

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andre Notohamijoyo *)

Sejak amendemen UUD 1945 tahun 2002, peran koperasi nyaris hanya sebagai pelengkap kebijakan ekonomi Indonesia. Penambahan ayat di Pasal 33 UUD 1945 menyebabkan pergeseran dari ekonomi Pancasila ke arah ekonomi liberal. Berbagai platform, seperti usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), perusahaan rintisan (start up) dan lainnya telah menggeser peran koperasi dalam pembangunan nasional pada abad ke-21. 

Sejak lama koperasi diabaikan dalam pembangunan manusia. Pengelolaan koperasi di Indonesia justru bergeser ke praktek penipuan dan korupsi seperti kasus koperasi simpan pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indo Surya, KSP Pracico Inti Utama dan KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Inti Dana dan lainnya. Berbagai kasus penipuan tersebut mencapai triliunan rupiah. Tujuan mulia koperasi sebagai bentuk bersama telah bergeser jauh. Diperlukan reorientasi dan pembelajaran secara menyeluruh kepada masyarakat untuk membangun kembali koperasi.

Sumber daya manusia yang handal, profesional, berkarakter dan semangat gotong royong merupakan kunci utama dalam keberhasilan pengelolaan koperasi. Tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan dan kemakmuran bersama, bukan untuk kepentingan perorangan yang memiliki modal saja (Sagimun MD:1985).

Sejarah berdirinya koperasi berawal dari inisiatif para buruh sebuah perusahaan tekstil di Kota Rochdale, Inggris pada tanggal 12 Desember 1844. Para buruh tersebut menyadari perlunya upaya efektif dalam memperbaiki kondisi ekonomi selain menuntut kenaikan upah. Terbentuklah perkumpulan bernama The Rochdale Equitable Pioneers Society. Yang kemudian bergotong royong mendirikan sebuah toko koperasi yang melayani kebutuhan sehari-hari di Toad Lane, Rochdale. Toko tersebut berkembang dengan baik dan dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari para anggotanya termasuk kesehatan, perumahan hingga pendidikan. Keberhasilan Koperasi Rochdale menjadi inspirasi dan diikuti kesuksesan gerakan koperasi di berbagai negara lain, termasuk negara di Asia. Koperasi tumbuh sebagai katup pengaman ekonomi masyarakat.

Di era disrupsi dan ekonom digital, koperasi harus dapat berselancar menghadapi berbagai tantangan termasuk turbulensi ekonomi. Perkembangan ekonomi digital saat ini cenderung menjadikan masyarakat sebagai konsumen dan target pasar semata. Bahkan istilah “mitra” dalam layanan online sebetulnya adalah “penghalusan” dari istilah “pekerja” atau “buruh”, tetapi tanpa tanggung jawab perusahaan aplikasi terhadap para mitra tersebut.

Koperasi dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat secara produktif. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa perusahaan rintisan/start up di bidang teknologi informasi merupakan blessing in disguise bagi koperasi sebagai alternatif mendongkrak perekonomian dengan berlandaskan pada kemanusiaan, gotong royong, kesetiakawanan sosial, keadilan sosial dan kewirausahaan. Hal-hal tersebut telah lama menghilang dari pembangunan nasional.

Koperasi di Indonesia mulai telah berkembang sejak akhir abad ke-19, di mana saat itu Pamong Praja Patih Purwokerto, Raden Aria Wiriaatmadja beserta para pamong praja mendirikan bank simpan pinjam untuk membantu para pegawai pribumi melepaskan diri dari lilitan utang. Asisten Residen saat itu De Wolf Van Westerrode menganjurkan agar Bank tersebut menjadi koperasi (www.kemendikbud.go.id). Organisasi Boedi Oetomo turut berperan dalam membangun koperasi di awal abad ke-20. Demikian pula, dengan kehadiran Serikat Dagang Islam (SDI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Dwitunggal Proklamator Soekarno-Hatta kemudian memperkuat peran koperasi. Pertemuan Bung Karno dengan petani bernama Marhaen di kawasan Bandung Selatan menjadi tonggak lahirnya konsep Marhaenisme. Pak Marhaen dipandang sebagai cermin karakter sebagian besar masyarakat Indonesia saat itu yang memiliki modal dan kapasitas ekonomi terbatas, namun memiliki kemandirian.

Di dalam ilmu ekonomi, konsep marhaen dikenal dengan proprietorship atau perusahaan perseorangan. Proprietorship adalah bentuk bisnis yang paling sederhana. Satu orang menjalankan dan memiliki kendali penuh bisnis serta tidak memiliki badan hukum formal.

Bung Hatta kemudian menggali filosofi ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan merupakan sebuah pengejawantahan sikap gotong royong yang menjadi basis kekuatan ekonomi nasional. Asas kekeluargaan dimaknai bukan sebagai family, melainkan sebagai sebuah brotherhood (Swasono: 2004). Inilah landasan dari koperasi sebagai sokoguru ekonomi nasional dan sarana ekonomi bagi para marhaen. Kongres Koperasi pertama yang diselenggarakan di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 12 Juli 1947 kemudian ditetapkan menjadi Hari Koperasi.

Hal yang harus diwaspadai adalah terulangnya kekeliruan pembangunan ekonomi di era Orde Baru yang berujung pada krisis ekonomi tahun 1997-1998. Kebijakan yang merusak tatanan perekonomian dan meminggirkan masyarakat, termasuk petani dan nelayan harus ditinjau kembali. Pemerintah perlu mengevaluasi pembangunan ekonomi nasional saat ini.

Revitalisasi sistem koperasi sebagaimana amanah dari pasal 33 UUD 1945 harus dapat diwujudkan selaras dengan semangat gotong royong masyarakat Indonesia yang saat ini mulai terkikis. Gotong royong (mutual cooperation) merupakan sebuah intangible asset yang sangat berharga dan menjadi pondasi pembangunan yang kuat dalam menghadapi tantangan global.

Tahun 2020-2036, Indonesia memasuki periode bonus demografi atau suatu keadaan dengan komposisi jumlah penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia tidak produktif. Tanpa strategi pembangunan yang tepat beserta pemerataanya terhadap seluruh lapisan masyarakat, bonus demografi dapat berubah menjadi beban demografi, seperti stunting, pengangguran, putus sekolah, dan kemiskinan ekstrem!

Segenap komponen bangsa ini harus bergotong royong membangun kembali koperasi sebagai salah satu sokoguru perekonomian nasional. Pengelolaan koperasi yang bagus dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

*) Penulis adalah seorang pemerhati pembangunan

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement