Ahad 23 Jul 2023 19:30 WIB

Reputasi Singapura Ternoda Skandal Korupsi dan Selingkuh

Singapura seringkali ditempatkan sebagai negara yang korupsinya rendah.

Ilustrasi perselingkuhan
Foto: ist
Ilustrasi perselingkuhan

Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa pekan terakhir, Singapura diguncang skandal. Tak tanggung-tanggung, ada dua skandal yang terbilang jarang dan cukup mencoreng reputasi Singapura. Skandal pertama terkait dengan tindak pidana korupsi.

Singapura menghadapi kasus korupsi tingkat tinggi terbesar yang menjerat seorang pejabat pemerintah dan taipan properti. Menteri Transportasi Singapura, S. Iswaran dan Direktur Pelaksana Properti Hotel, Ong Beng Seng ditangkap pada Selasa (11/7/2023), kemudian dibebaskan dengan jaminan. Meski demikian, penyelidikan korupsi keduanya masih berlangsung.

Karier politik Iswaran mencakup lebih dari 26 tahun sejak pertama kali terpilih pada 1997 sebagai anggota Parlemen untuk Pantai Barat GRC. Sebelum diangkat ke Kabinet pada 2006, dia berada di beberapa komite parlemen pemerintah dan merupakan wakil ketua parlemen dari September 2004 hingga Juni 2006.

Iswaran menjabat sebagai menteri transportasi sejak Mei 2021 dan secara bersamaan bertanggung jawab atas hubungan perdagangan sejak Mei 2018. Dia juga memegang posisi menteri di Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan. Dia juga menteri di kantor perdana menteri dari Mei 2011 hingga September 2015.

Para menteri kabinet menerima gaji tinggi untuk mencegah korupsi. Bahkan gaji tahunan beberapa menteri melebihi 1 juta dolar Singapura atau setara 758 ribu dolar AS atau sekitar Rp11,5 miliar.

Sementara Ong Beng Seng dikenal sebagai sosok yang membawa balapan bergengsi Formula Satu ke Singapura. Perusahaan Ong memiliki sekitar 38 hotel dan resor yang beroperasi di bawah merek-merek yang mencakup COMO, Four Seasons, Hard Rock Hotels dan Concorde. Ong adalah pengusaha kelahiran Malaysia, dan istrinya, Christina, memiliki kekayaan bersih sebesar 1,75 miliar dolar AS pada 2022, menurut Forbes.

Skandal korupsi ini terbilang menodai reputasi Singapura yang berkali-kali menduduki peringat negara dengan tingkat korupsi rendah di dunia. Pada 2018, Singapura menempati posisi ketiga, pada 2019 merosot menjadi posisi keempat. Pada 2020, kembali menduduki posisi ketiga lalu pada 2021 merosot lagi menjadi posisi keempat. Pada 2022, Singapura menempati posisi kelima. Artinya, 2022 merupakan peringkat terendah dalam lima tahun terakhir untuk Singapura sebagai negara dengan tingkat korupsi rendah di dunia berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) dari badan antikorupsi Transparency International.

Kendati demikian, Singapura tetap menjadi satu-satunya negara Asia yang berada di 10 besar. Indeks tersebut memeringkat 180 negara dan teritori di seluruh dunia berdasarkan peringkat persepsi tingkat korupsi sektor publik, dengan skor dari skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih). Hal mengacu pada 13 penilaian ahli dan survei pelaku bisnis. Singapura mendapatkan skor 83 yang artinya tingkat korupsinya rendah.

Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) pada Januari lalu mengatakan, tingkat korupsi di Singapura tetap terkendali. CPIB mengatakan, ada tiga faktor terpenting yang berkontribusi terhadap rendahnya tingkat korupsi di Singapura antara lain tekad politik, hukuman berat untuk pelanggaran korupsi, dan budaya toleransi nol untuk korupsi.

The Political and Economic Risk Consultancy memberikan peringkat kepada Singapura sebagai negara yang paling tidak korup dalam Laporan tentang Korupsi di Asia pada 2022. Singapura telah memegang posisi ini sejak 1995. Singapura juga berada di urutan ketiga sebagai negara yang tidak korup dalam Indeks Negara Hukum Proyek Keadilan Dunia 2022. Hal ini menjadikan Singapura sebagai negara Asia teratas dari 140 negara dalam daftar.

Skandal kedua berkaitan dengan perselingkuhan yang melibatkan Ketua Parlemen Singapura, Tan Chuan-Jin dan anggota parlemen Cheng Li Hui. Skandal itu telah berlangsung sejak 2020 namun baru terbongkar tahun ini setelah beredar video di media sosial yang memperlihatkan keduanya berpegangan tangan di sebuah restoran. 

Keduanya telah mengundurkan diri untuk mempertahankan standar tinggi kesopanan dan perilaku pribadi yang telah ditegakkan oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang saat ini berkuasa. Pengunduran diri anggota senior PAP jarang terjadi di Singapura. Partai tersebut telah berkuasa sejak 1959, sebelum negara itu merdeka pada 1965.

Tak hanya PAP, oposisi Partai Buruh (WP) pernah memecat anggotanya karena terlibat perselingkuhan. Peristiwa seperti ini tidak biasa di Singapura. Negara ini dikenal bebas korupsi dan menjunjung tinggi standar moral politisi.

Tan terpilih sebagai Ketua Parlemen ke-10 pada 11 September 2017. Dia telah menjadi anggota parlemen untuk Marine Parade GRC sejak 7 Mei 2011. Sebelumnya Tan menjabat sebagai menteri pembangunan sosial dan keluarga sejak 9 April 2015 hingga dilantik menjadi ketua parlemen. Dia juga menjabat sebagai menteri tenaga kerja dari 1 Mei 2014 hingga 8 April 2015.

Tan mengatakan bahwa dia mengundurkan diri sebagai anggota PAP, ketua parlemen, dan anggota parlemen untuk Marine Parade Group Representation Constituency (GRC). Tan mengakui bahwa dia telah membuat kesalahan. Tan mengatakan, perselingkuhan ini telah menambah luka pada keluarganya. Tan setuju bahwa dia harus menjauh dari politik dan fokus kepada keluarganya.

“Saya telah mengecewakan mereka,” kata Tan.

Sementara itu, Cheng melakukan debut politiknya dalam Pemilihan Umum 2015 di Tampines GRC. Dia juga ditunjuk sebagai wakil penasihat distrik di PAP Women’s Wing pada 2016. Ia mengaku sangat menyesal atas perselingkuhan tersebut. Dia meminta maaf kepada partai, warga, dan sukarelawan.

"Saya sangat menyesal mengundurkan diri dalam keadaan seperti ini, dan ingin meminta maaf kepada partai, serta kepada warga dan sukarelawan saya," ujar Cheng.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement