Oleh : Redaktur Politik Hukum Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, tengah diuji. Wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub) telah digelontarkan oleh sejumlah elite partai untuk melengserkannya dari tampuk kepemimpinan meskipun masa jabatan belum usai.
Airlangga yang selama ini memiliki posisi cukup kuat sebagai menteri koordinator Bidang Perekonomian harus berjibaku lagi untuk mengonsolidasikan pengaruhnya, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejumlah DPD dan petinggi Partai Golkar menegaskan tidak akan ada munaslub. Perubahan kepemimpinan partai baru akan dilakukan pada 2024.
Namun, berkaca pada politik Golkar pada masa silam, pertarungan internal di partai berlambang pohon beringin itu sangat dinamis. Luka-luka lama yang berada di internal partai bisa saja kembali terbuka dan memanaskan gesekan.
Ingat pertarungan panjang antara Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono?
Semua berujung pada Munaslub Golkar yang justru menetapkan Setya Novanto sebagai Ketum Golkar pada 2016. Namun, Setnov tidak berumur panjang. Ia jatuh terjerat KPK.
Munaslub kembali digelar setahun kemudian dan Airlangga Hartarto terpilih sebagai ketua umum. Ia diangkat secara aklamasi.
Airlangga pun terpilih lagi menjadi ketum Golkar pada 2019 melalui musyawarah nasional. Ia menggeser seteru politiknya di Golkar seperti Bambang Soesatyo yang kini menjadi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Bambang Soesatyo menyatakan siap maju untuk bersaing dalam munas pada 2024. Namun, ia akan maju melalui Munas. Ia menegaskan kondisi Partai Golkar baik-baik saja. Selain nama Bambang Soesatyo, nama lain yang kini santer beredar adalah Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia. Keduanya berada di dalam kabinet Jokowi. Luhut dan Bahlil pun siap untuk maju melalui mekanisme partai.
Peluru menghantam
Meski begitu, Airlangga memastikan akan bertahan dan membantah akan munaslub, ada beberapa peluru yang digunakan oleh lawan untuk menghantam Airlangga.
Pertama, Partai Golkar dinilai tidak memiliki daya tawar cukup kuat dalam pertarungan Pilpres 2024. Sebagai partai dengan raihan kursi terbesar kedua di DPR setelah PDIP, Golkar belum mampu menjadi poros utama penggerak arah koalisi.
Golkar tidak mempunyai tokoh-tokoh yang secara elektabilitas cukup kuat untuk bersaing di Pilpres.
Elektabilitas Airlangga untuk dijadikan sebagai capres sesuai hasil Munas 2019 belum bisa bersaing dengan kandidat lainnya, seperti Prabowo, Ganjar Pranowo, ataupun Anies Baswedan. Elektabiltas sebagai capres berada di peringkat bawah. Airlangga justru lebih masuk ke bakal calon wapres yang lebih realistis.
Sementara itu, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sebelumnya disepakati bersama Golkar, PAN, dan PPP sangat rapuh. Apalagi dengan keputusan PPP yang sudah tegas mendukung calon PDIP Ganjar Pranowo. PPP sudah punya jago sendiri untuk disandingkan sebagai cawapres PDIP, dan Airlangga tak terlihat masuk dalam daftar itu.
Inilah mengapa ada kesan bahwa keperkasaan Golkar, justru belum terlihat hingga saat ini dalam peta pertarungan capres.
Peluru kedua yang digunakan untuk menghantam Airlangga yakni menyangkut pemanggilan oleh Kejaksaan Agung. Airlangga menjalani pemeriksaan oleh Kejaksaan selama 12 jam menyangkut kebijakan ekspor crude palm oil (CPO). Jeda waktu pemeriksaan itu cukup lama. Lebih lama dari pemeriksaan mantan menkominfo Johnny G Plate yang pernah diperiksa 10 jam pada Februari 2023 dan enam jam pada Maret 2023.
Kasus kongkalingkong ini telah menyeret sejumlah tersangka, termasuk Lin Che Wei yang masuk dalam Tim Asistensi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Penyidik Kejaksaan menegaskan bahwa Airlangga baru diperiksa sebagai saksi. Kejaksaan pun memastikan bahwa pemeriksaan tidak berbau politis. Presiden Joko Widodo menekankan tidak akan mencampuri urusan menterinya yang terkait dengan hukum.
Peluru ketiga yang digunakan oleh lawan politiknya, yakni ketidakjelasan sikap Airlangga. Munculnya desas desus bahwa Airlangga membuka peluang untuk mendukung Anies Baswedan tentu menjadi sinyal tak baik bagi mereka yang tidak suka oleh mantan gubernur DKI itu.
Jika langkah Airlangga benar-benar terbukti dan berlanjut hal tersebut bisa mengancam kubu pejawat. Oleh karena itu, spekulasi yang paling mungkin adalah dengan membajak Partai Beringin tersebut agar kembali dalam posisi politik sebelumnya.
Tiga peluru ini mungkin meleset. Artinya, Airlangga akan tetap bertahan sampai dengan Munas. Dengan catatan, peluru nomor dua tidak benar-benar menembus terlalu dalam. Airlangga tidak terjerat kasus hukum, dan akan lebih mulus lagi bila tidak mengubah haluan politiknya secara drastis.