Oleh : DR Najib Azka, Akademisi UGM dan Wakil Sekjen PB NU
Senin siang menjelang sore ketika kudengar kabar itu: Profesor Harold Crouch berpulang.
Aku berduka. Seorang guruku telah berpulang.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun…
Harold Crouch adalah dosen pembimbingku saat menulis tesis master di Australian National University (ANU), Canberra, pada tahun 2003. Ia juga yang memberiku semangat dan mendukungku untuk mendapatkan surat diterima berkuliah dari ANU, bahkan sebelum aku resmi mendapatkan beasiswa dari Australian Development Scholarship (ADS).
Bahkan, perannya jauh lebih besar dari itu. Pria kelahiran Melbourne pada 18 Juli 1940 ini merupakan salah satu figur yang ‘menjerumuskan’ diriku ke dalam studi kemiliteran Indonesia.
Kami mulai berjumpa dan berkenalan saat aku menjadi jurnalis tabloid DeTIK pada 1992-1994. Mengampu rubrik “Sorot Tokoh”, sebuah rubrik wawancara sepanjang dua halaman di tabloid DeTIK, aku berkesempatan mewawancarainya. Bersama Hendrajit, isu militer dan politik menjadi salah satu fokus dalam wawancara panjang kami.
Bukunya yang menarik dan legendaris The army and politics in Indonesia (terbitan Universitas Cornell pada 1978) tentu menjadi bahan perbincangan yang menarik ketika gejolak politik menghangat pada waktu itu. Belakangan, antara lain terinspirasi oleh studi-studinya yang kritis dan tajam, aku menulis sebuah skripsi tentang sosiologi militer di Jurusan Sosiologi UGM. Skripsi itu akhirnya diterbitkan oleh LKiS pada 1998 dengan judul “Hegemoni Tentara”.
Baca di halaman berikutnya...