Oleh: Nanang Sumanang, guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina
Fact, truth, and trust. Peace, trust and emphatize
Maria Ressa, Penerima Nobel Perdamaian 2021
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lima kata di atas adalah kata kunci dari pidato Maria Ressa, seorang Jurnalis wanita Filipina ketika menerima hadia Nobel Perdamaian tahuin 2021. Malahan, ketika menyebut kata Peace, trust dan emphatize, Maria Ressa mengajak para hadirin yang berada di dalam gedung tersebut untuk memejamkan matanya, seperti mengajak agar kata-kata tersebut bisa merasuk ke dalam sukma.
Walaupun kata “fakta”, “kebenaran”, “kepercayaan”, “perdamaian” dan “empati” sangat penting bagi kita saat ini, dalam kondisi seperti saat ini, kenyataannya, kata-kata tersebut sudah menjadi kata yang “mati”, kata yang hanya kita dengar bunyinya saja, tetapi tidak memiliki makna dalam kehidupan sehari-hari. Kata tersebut menjadi oase dalam kehidupan yang penuh kehausan untuk saling menindas, menghajar, menghujat dan mencaci maki.
Dalam kondisi sekarang, apabila kita tidak menyeleksi, memfilter, memilihi, memilah dan memisah serta merenung dengan akal sehat dan mendalam, maka alam bawah sadar kita akan dibangun dari informasi-informasi sampah yang setiap detik datang dalam kehidupan kita, tanpa diminta dan sulit untuk dihindari. Fakta-fakta palsu yang dikemas dengan kata-kata yang indah nan bijak, pencitraan dengan dibungkus pencahayaan dan seni pertunjukan yang bagus, terus menerus disebar-luaskan tiada henti, dan pada akhirnya membangun konsep kebenaran yang palsu. Kebenaran-kebenaran palsupun berseliweran dari mulai bangun tidur hingga nanti kita tidur kembali. Dikhawatirkan semuanya itu nanti akan menjatuhkan kita kepada kepercayaan bahwa yang salah itu suatu kebenaran, dan yang benar itu suatu kesalahan, dan bahkan bisa menuhankan sesuatu..
Dalam dunia Filsafat, fakta menjadi bahasan yang sangat menarik. Fakta yang berasal dari bahasa latin factum, factus atau facere (berbuat) ini bisa menghasilkan konklusi yang tepat dan benar, tapi juga bisa salah. Secara bahasa fakta bisa diartikan sebagai situasi atau keadaan yang sudah terjadi. Ketika kita memahami sebuah fakta saja, maka sebenarnya kita hanya memahami fakta itu sebagai sebuah fakta objektif. Kesimpulan yang hanya melihat fakta objektif bisa menyebabkan kesimpulan kita tidak lengkap ataupun salah, karena kenyataannya fakta tersebut berkaitan dengan fakta-fakta lain dengan berbagai hubungan-hubungan yang menghasil fakta yang berbeda-beda pula. Relasi-relasi tersebut bisa saja relasi yang merupakan sebab akibat, bisa menguatkan atau bahkan bisa menggugurkan makna fakta tersebut. Melihat fakta dengan relasi fakta-fakta yang lain inilah yang disebut dengan fakta ilmiah.
Kelanjutan dari relasi antar fakta-fakta dan persepsi kita inilah yang kemudian menjadikan kesimpulan kita dihakimi menjadi benar atau salah, baik atau buruk.
Secara sederhana teori kebenaran itu ada tiga macam; ada koherensi, korespondensi, dan otoritas. Koherensi adalah kesesuaian antara kenyataan dan persepsi kita. Teori ini akan berfungsi dengan baik apabila antara subjek dan objek dalam kondisi yang dekat dan bersamaan, inipun tidak bisa menjangkau situasi kejiwaan seseorang. Bila situasi antara objek dan subjek berjauhan maka aka nada media yang sangat bisa dimaipulasi, sehingga subjek tidak bisa menangkap objek dengan baik.
Korespondensi juga demikan, dia sangat bisa dimainkan oleh yang namanya media antara objek dan subjek. Tentunya ada kebenaran-kebenaran yang bisa didapatkan dengan pendekatan teori ini seperti ibukota AS adalah Washington DC dsb. Tetapi pada kasus-kasus yang belum umum diberitakan, maka media massa yang menghubungkan antara subjek dan objek akan bisa sangat bias, seperti banyak kasus pembunuhan orang sipil, anak-anak, kaum ibu di Palestina oleh tentara Israel, yang sangat jarang diangkat oleh media massa.
Sedangkan otoritas, biasanya kebenaran ini menyangkut hal-hal yang memang di luar jangkauan akal pikiran manusia. Kebenaran ini pun masih bisa disangkal oleh banyak orang seperti kebenaranakherat dan sebagainya.
Dari teori kebenaran ini, memang ada media yang sangat berpengaruh untuk mensikapi objek dan membentuk persepsi kita sebagi subjek terhadap objek tersebut.
Dalam Islam, untuk menyatakan fakta sebenarnya disebut dengan Shidiq atau jujur, yang menghasilkan kebenaran (al-Haq atau Shadaqa) serta kebenaran yang kita pahami harus bisa menghasilkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan orang banyaka (Shadaqah).
Karena kejujuran atau Shidiq ini merupakan salah satu dari empat sifat utusan Allah dan juga merupakan salah satu inti dari ajaran agama Islam, karena merupakan manifestasi dari Tauhid, maka para ulama memberikan perhatian sangat mendalam dalam membahas masalah kejujuran ini. Bhakan ada ulama-ulama tertentu yang membahasa mendalam dari mulai akar kata dari ketiga kata tersebut; shidiq, shadaqa, shadaqah.
Secara akar kata (root word) kata shidiq, shadaqa, dan shadaqah berasa dari kata shadaqa, yang terdiri dari tiga hurup yaitu shad, dal, dan qaf. Beberapa ahli menfsirkan dari arti hurup-hurp tersebut menjadi anatara lain:
Shad berarti Homogenitas, tujuan atau solid. Dal berarti Arah atau cenderung ke arah dan Qaf berarti hati nurani, tegak lurus. Maka kata yang berkembang dari akar kata shadaqa itu secara umum berarti berniat satu, tidak beraneka ragam tujuan dan maksud untuk selalu cenderung dan mendekatkan diri kepada sesuatu yang sesuai dengan hati nurani, yang tegak lurus (kebenaran).
“Shadaqallahul adziim”, Maha Benar Allah dengan segala firmanNya, adalah kata yang sering kita dengar ketika seseorang selesai membaca al-Qur’an. Kebenaran al-Qur’an sebagai firman Allah tentunya adalah kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sementara pemahaman kita tentang ayat-ayat al-Qur’an adalah pemahaman yang sangat dibatasi oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu, kebenaran al-Qur’an bersifat universal, sementara kebenaran yang kita pahami bersifat temporer dan parsial.
Maka kalau dilihat dari arti akar kata tersebut, maka tugas kita adalah terus menerus dengan niat yang satu untuk terus condong dan mengarahkan seluruh pikiran, ucapan dan tingkah laku kita kepada yang Maha Benar yaitu Allah SWT. Kebenaran kita adalah kebenaran yang sangat subjektif, yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengetahuan, waktu dan ruang tertentu, oleh karena itu kebenaran kita paling tinggi hanya bisa sampai kepada kebenaran “antar subjektifitas” yaitu kebenaran kesepakatan antar manusia.
Ketika kita ingin mendakwahkan kebenaran kita, maka Allah mengingatkan kita untuk selalu dalam keadaan bersabar (Watawaa shaubil haqqi wa tawa shaubish shobri”. Kenapa kemudian kita harus mendakwahkan kebenaran yang kita pahami, karena naluri kita sebagai manusia untuk selalu condong mendekati dan mencari kebenaran yang hakiki (Allah), jadi di sini ada unsur dialogis untuk mendekati kebenaran sejati. Maka sesungguhnya orang yang menutupi hati dan pikirannya untuk menolak kebenaran yang lain, serta mengakui kebenarannya adalah kebenaran yang mutlak dan tidak mau mendengar kebenaran orang lain, inilah yang disebut dengan Kafir, yaitu orang yang menutup hati untuk mencari kebenaran.
Shadaqah adalah memberikan sesuatu yang berharga kepada diri sendiri, keluarga dan orang lain tanpa dibatasi waktunya, dan oleh hukum-hukum lainnya. Shadaqah bisa berupa materi, juga non materi, yang penting dia sesuatu yang berarti bagi manusia dan kemanusiaan.
Kejujuran akan membawa kepada kebenaran, dan kebenaran akan membawa kepada kepercayaan, dan kebahagiaan bagi semua.
Berawalnya ketidak bahagiaan dan kepercayaan antar manusia disebabkan oleh ketidak jujuran, sehingga tidak menghasilkan kebenaran. Dalam situasi politik sekarang ini, banyak sekali orang mengemas ketidak jujuran dengan menampilkan fakta-fakta dusta yang dikemas dengan janji manis, dan jutaan rakyat yang menderita karena tidak mendapatkan sesuatu yang berharga dan berarti dari janji-janji tersebut
Terakhir, barangkali mari kita renungkan sebuah tulisan yang berada ditempelkan di sebuah kelas di Sekolah Indonesia Davao dengan judul THINK, Pikirkanlah.
T = Is it True?.
H = Is it Helpful?
I = Is it Inspiring?
N = Is it Necessary?
K = Is it Kind?
Wassalaam.