REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bea Cukai Semarang secara kontinu menggelar sosialisasi ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat, pedagang rokok, dan para pelaku industri cukai di beberapa wilayah pengawasannya. Dilaksanakan secara beruntun pada bulan Agustus lalu, sosialisasi ini digelar dengan menggandeng pemerintah daerah setempat dan aparat penegak hukum (APH) lainnya.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Semarang, Siti Chomariyah Trinindyani mengungkapkan bahwa sosialisasi bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang peran cukai untuk masyarakat, pentingnya mengenali ciri-ciri rokok ilegal, serta cara-cara terbebas dari peredaran rokok ilegal.
"Masyarakat beragam, sehingga kami pun mengemas sosialisasi ke dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan target sosialisasi kami. Mulai dari pertemuan langsung, kunjungan, lewat media massa digital, hingga kegiatan olahraga bersama dan pagelaran kesenian daerah."
Dalam sosialisasi di empat wilayah masing-masing di Kabupaten Grobogan, Demak, Kendal, Kota Semarang tersebut, Siti menegaskan bahwa terdapat 2 fungsi utama pungutan cukai. Pertama untuk mengatur atau membatasi konsumsi barang kena cukai (BKC) karena alasan tertentu seperti kesehatan dan ketertiban umum. Sedangkan fungsi lainnya adalah cukai sebagai sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai belanja negara.
“Tiga persen dari penerimaan cukai juga dialokasikan untuk dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) yang akan dikembalikan ke masing-masing daerah dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, serta penegakan hukum di bidang cukai.”
Pengertiannya, DBH CHT adalah bagian dari transfer ke daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau untuk mewujudkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pengelolaan APBN. Besaran DBH CHT selalu diperbarui mengikuti kontribusi produksi tembakau atau hasil tembakau pada tahun sebelumnya. Dan sesuai PMK Nomor 215/PMK.07/2021, DBH CHT dapat digunakan masing-masing 40 persen untuk kesehatan, 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, dan 10 persen untuk penegakan hukum.
“Agar DBH CHT yang diterima lebih optimal, maka pastikan tidak ada lagi peredaran BKC ilegal di pasaran, terlebih rokok ilegal yang masih cukup marak beredar,” tutur Siti.
Pahami bahwa ada beberapa ciri rokok ilegal atau rokok yang tidak memenuhi ketentuan undang undang, yaitu rokok tanpa dilekati pita cukai (polos), dilekati pita cukai palsu, pita cukai yang bukan peruntukkannya, pita cukai bekas, dan salah personalisasi. Menangani peredarannya, Bea Cukai Semarang pun secara kontinu juga melakukan operasi pasar dan mampu menindak ribuan batang rokok ilegal.
Semoga sosialisasi ini bermanfaat dan isinya dipahami oleh masyarakat, sehingga turut serta dalam penanganan peredaran rokok ilegal. “Laporkan kepada kami jika menemukan rokok ilegal di sekitar Anda,” pungkas Siti.