Selasa 19 Sep 2023 18:13 WIB

Terkikisnya Nalar Akibat Media Sosial

Pengguna medsos terkadang merasa perlu membangun citra positif tentang diri mereka.

Medsos telah menjadi panggung utama bagi individu untuk memamerkan diri mereka sendiri. Ilustrasi kecanduan media sosial.
Foto: www.freepik.com
Medsos telah menjadi panggung utama bagi individu untuk memamerkan diri mereka sendiri. Ilustrasi kecanduan media sosial.

Oleh : Setyanavidita Livicakansera, Redaktur Teknologi Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa pekan kedepan, para pelancong yang ingin berwisata ke Bromo harus menahan dulu hasratnya. Kebakaran bukit teletubies yang disebabkan pasangan melakukan foto pre wedding dengan menggunakan flare, membuat kawasan wisata ini resmi ditutup sampai waktu yang belum ditentukan.

Tren melakukan foto pre wedding saat ini, tak bisa dimungkiri, merupakan bagian dari kebutuhan eksistensi di media sosial. Medsos memang telah mengubah cara kita berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi informasi.

Meskipun memberikan banyak manfaat, perkembangan pesat media sosial juga telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Termasuk meningkatnya narsisme dan risiko gangguan jiwa pada penggunanya.

Saat ini, medsos telah menjadi panggung utama bagi individu untuk memamerkan diri mereka sendiri. Dengan fitur-fitur seperti posting foto selfie, status, dan update harian, pengguna medsos terkadang merasa perlu untuk terus-menerus membangun citra positif tentang diri mereka sendiri.

Hal ini dapat menggiring pada peningkatan narsisme, di mana seseorang terlalu fokus pada dirinya sendiri dan mencari validasi dari orang lain. Yang banyak ditemui, medsos juga sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang.

Sebuah studi yang dilakukan para peneliti dari Swansea University dan Milan University menegaskan hal ini. Mereka mempelajari perubahan kepribadian pada 74 individu berusia 18-34 tahun dalam empat bulan.

Mereka juga melihat penggunaan media sosial partisipan, termasuk Twitter, Facebook, Instagram, dan Snapchat, selama periode waktu tersebut. Hasilnya menunjukkan, mereka yang menggunakan media sosial secara berlebihan dengan aktif mengunggah foto (visual), mengalami peningkatan ciri narsisme sebanyak 25 persen.

Sementara itu, partisipan yang aktif menggunakan media sosial berbasis verbal, seperti Twitter, tidak menunjukkan efek serupa. Tak berhenti di meningkatkan narsisisme, ketidakbahagiaan individu juga menurun akibat penggunaan media sosial.

Karena banyak membandingkan diri dengan orang lain, pengguna medsos pun kerap dihantui rasa rendah diri dan depresi. Dalam jangka panjang, penggunaan berlebihan media sosial dapat menyebabkan kecanduan, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.

Kecanduan media sosial dapat mengganggu tidur, mengurangi produktivitas, dan meningkatkan risiko gangguan kecemasan. Meskipun dirancang untuk menghubungkan orang, seringkali pengguna malah merasa lebih terisolasi secara sosial.

Ini karena interaksi daring, kini seringkali menggantikan kontak fisik dan interpersonal. Rasa terasing ini pun dapat meningkatkan risiko gangguan jiwa.

Kebakaran kawasan wisata Bromo akibat foto pre wedding sebagai bagian dari pentingnya validasi di era medsos seperti saat ini, bukanlah ironi yang pertama kali terjadi. Kemungkinan besar, masih akan banyak lagi kejadian miris yang terjadi akibat besarnya kebutuhan untuk eksis di era digital.

Proses mendewasakan diri ketika berada di ruang digital pun makin urgen dilakukan. Karena, tanpa kedewasaan diri, ruang maya hanya akan dipenuhi oleh wargamaya yang mencari validasi diri dan melakukan apapun demi angka follower dan likes yang berujung FYP dan engagement.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement