Selasa 19 Sep 2023 14:27 WIB

Agar Bursa Karbon tak Berakhir Seperti Chicago Climate Exchange

Kurangnya regulasi jadi salah satu pelajaran dari Chicago Climate Exchange.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Ilustrasi bursa karbon.
Foto: Freepik
Ilustrasi bursa karbon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi akan meluncurkan bursa karbon pada 26 September 2023. Sebelum resmi dibuka, Indonesia juga bisa memetik pelajaran dari tutupnya Chicago Climate Exchange agar tidak bernasib sama.

"Mungkin di sini ada suatu pelajaran juga bahwa ada pasar karbon yang ditutup yaitu di Chicago yaitu Chicago Climate Exchange ditutup pada 2010. Ada beberapa pelajaran yang kita bisa dapatkan," kata Director of Energy Procurement and Sustainable Finance of USAID SINAR Raymond Bona dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia secara daring, Selasa (19/9/2023).

Baca Juga

Raymond menjelaskan, tutupnya Chicago Climate Exchange terjadi karena adanya efek dari resesi keuangan global pada rentang waktu 2008-2009. Kondisi tersebut menghasilkan penurunan ekonomi global dan juga Amerika Serikat.

Tak hanya disebabkan kondisi tersebut, faktor yang tidak kalah penting dan dapat menjadi pembelajaran yakni kurangnya regulasi yang bisa menjaga demand. "Jadi terjadi over supply di pasar karbon itu sehingga pada akhirnya tidak ada transaksi dan harga karbonnya itu akhirnya juga jatuh dan juga rendah," kata Raymond.

Raymond menambahkan, tutupnya Chicago Climate Exchange juga disebabkan munculnya persepsi greenwashing yang beredar sangat kencang pada periode tersebut. Hal itu menyebabkan banyaknya skeptisisme pasar yang pada akhirnya tidak mau membeli supply yang sudah ada.

Dari berbagai penyebab tersebut, Raymond menilai yang paling penting adalah dari sisi regulasi. Hal tersebut perlu disiapkan dengan baik dalam membuka bursa karbon di Indonesia.

"Ini (regulasi yang tepat) penting supaya bisa mendukung adanya kesinambungan di mana itu ada keharusan orang untuk membeli karbon itu sendiri," tutur Raymond.

Seperti halnya di Amerika Serikat, Raymond menyebut di negeri paman sam itu terdapat otoritas keuangan yang melakukan pengawasan pasar karbon. Pertama yakni Commodity Futures Trading Commission (CFTC) dan kedua yaitu Securities and Exchange Commissions (SEC).

Raymond menjelaskan, dua lembaga tersebut sifatnya hanya sebagai pengawas. Sebab, Amerika Serikat menganggap karbon sama dengan komoditas yang lain seperti saham, features, dan komoditas lainnya.

"Jadi mereka menyerahkan dari regulator pasarnya. Mereka memang lebih lebih ke bagaimana melindungi investor dan bagaimana menciptakan fair play di dalam market supaya tidak ada unsur fraud seperti digoreng. Jadi memang memang hampir sama sebenarnya fungsinya seperti pasar bursa pada umumnya," jelas Raymond.

Dalam kesempatan yang sama, Financial Sector Specialist World Bank, Rachel Mok mengungkapkan saat ini pasar karbon sedang berkembang. Rachel menuturkan, pertumbuhan sebagian besar didorong oleh komitmen net zero dari perusahaan.

Rachel menjelaskan, mekanisme kredit independen masih mendominasi pasokan yang mewakili 58 persen kredit yang diterbitkan pada 2022. Rachel menyebut, pasar karbon telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir namun pertumbuhan melambat pada 2022.

"Nilai kumulatif pasar karbon sukarela melebihi delapan miliar dolar pada 2021," ucap Rachel.

Sebelumnya, OJK memastikan saat ini semua jajaran terkait tengah mempersiapkan untuk peningkatan kapasitas hingga pemahaman terhadap ekosistem perdagangan karbon yang cenderung baru di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan hal tersebut dilakukan demi kelancaran peluncuran Bursa Karbon pada 26 September.

"Itu adalah rencana dalam minggu depan ini, tapi secara paralel kita bersama harus terus meningkatkan diri dalam pemahaman, pengetahuan, kapasitas untuk benar-benar mengerti terhadap bagaimana membentuk ekosistem tadi (Bursa Karbon)," ujar Mahendra dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia secara daring, Senin (18/9/2023).

Pada peluncurannya nanti, Mahendra memastikan semua proses yang mendukung keberhasilan dari perdagangan karbon melalui Bursa Karbon dari hulu, persiapan kegiatan, persiapan unit karbon, segala bentuk registrasi, verifikasi, dan sertifikasi. Begitu juga dengan bagaimana keberhasilan perdagangan karbon akan bergantung pada ekosistem yang dijalankan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement