REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR bersama pemerintah sepakat dalam pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Keduanya sepakat untuk membawa revisi undang-undang tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Salah satu poin yang sudah disepakati adalah terkait jabatan ASN yang diatur dalam BAB V revisi UU ASN. Anggota TNI dan Polri kini dapat mengisi jabatan ASN non-manajerial.
"Tentang jenis jabatan ASN, mengelompokkan jenis jabatan menjadi dua, yaitu jabatan manajerial dan non-manajerial. Jabatan manajerial terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, jabatan tinggi pratama, jabatan administrator, dan jabatan pengawas," ujar Ketua Panja revisi UU ASN, Syamsurizal dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I bersama pemerintah, Selasa (26/9/2023).
"Jabatan non-manajerial terdiri dari jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. Pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI dan anggota Polri," sambungnya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas menjelaskan, revisi UU ASN bertujuan untuk menjawab tantangan dan ekspektasi publik yang kian besar terhadap kualitas pelayanan publik. Sehingga butuh birokrasi yang geraknya fleksibel, dinamis, dan profesional.
"RUU ini juga hadir sebagai payung untuk mewujudkan kualitas pelayanan publik secara merata. Dengan mobilitas talenta nasional yang akan semakin mudah, untuk mengurangi kesenjangan talenta yang terjadi di sejumlah daerah, terutama di daerah luar Jawa," ujar Azwar.
Terdapat tujuh kluster yang dibahas dan disepakati oleh pemerintah bersama Komisi II. Pertama adalah kluster penguatan dan pengawasan sistem merit. Kedua, penetapan kebutuhan ASN.
Kluster ketiga adalah kesejahteraan ASN. Keempat, kluster terkait pengurangan ASN akibat perampingan organisasi. Kluster kelima terkait penataan tenaga honorer. Keenam digitalisasi manajemen ASN.
"Dan tujuh, penguatan khusus ASN pada lembaga legislatif dan yudikatif," ujar Azwar.
Pemerintah berharap revisi undang-undang tersebut mampu menjawab tantangan ASN ke depan. Tujuan utamanya adalah agar tercipta terwujudnya birokrasi yang profesional dan berkelas dunia, indeks persepsi korupsi semakin baik, dan indeks efektivitas pemerintah yang semakin baik.
"Hal ini dilakukan demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan masyarakat yang semakin sejahtera," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.