REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Planet kita telah banyak berubah selama miliaran tahun, mulai dari lokasi benua hingga susunan atmosfer. Kini, sebuah penelitian baru mengungkap secara rinci sejarah gurun Sahara, yang tidak selalu berupa padang gurun yang gersang.
Para peneliti dari Finlandia dan Inggris merekonstruksi transformasi periodik Sahara selama 800 ribu tahun dengan menggunakan model iklim baru. Berkat peningkatan akurasi model, terutama dalam hal konveksi atmosfer dan penyebaran vegetasi, tim peneliti dapat mengisi beberapa celah dalam sejarah wilayah Sahara.
Ilmuwan iklim dari University of Helsinki di Finlandia, Edward Armstrong, mengatakan bahwa transformasi siklik gurun Sahara menjadi sabana dan ekosistem hutan merupakan salah satu perubahan lingkungan yang paling luar biasa di planet ini.
"Studi kami adalah salah satu studi pemodelan iklim pertama yang mensimulasikan periode lembab di Afrika dengan besaran yang sebanding dengan apa yang ditunjukkan oleh pengamatan paleoclimate, yang mengungkapkan mengapa dan kapan peristiwa ini terjadi,” jelas Armstrong seperti dilansir Science Alert, Kamis (28/9/2023).
Para peneliti secara khusus berfokus pada periode lembab Afrika, rentang waktu ketika benua Afrika jauh lebih basah dan lebih hijau daripada saat ini. Model iklim digunakan untuk menyelidiki waktu dan faktor pendukung di balik periode ini.
Pemodelan ini mendukung hipotesis yang telah lama diyakini bahwa periode lembab di Afrika disebabkan oleh presesi orbit Bumi. Ini merujuk pada cara Bumi berputar pada porosnya melintasi siklus 21 ribu tahun, yang pada gilirannya memengaruhi variasi di antara empat musim dan kekuatan sistem meteorologi Monsun Afrika.
Presesi ini berarti musim panas yang lebih hangat terjadi di Belahan Bumi Utara, musim hujan yang lebih intens di seluruh Afrika Barat, dan dengan demikian lebih banyak curah hujan di Sahara. Jadi, gurun sahara diprediksi berubah menjadi hutan lebat yang subur setiap 21 ribu tahun.
Ahli Geologi dari University of Helsinki, Miikka Tallavaara, menjelaskan bahwa mengetahui kapan Sahara menjadi lebih hijau dan dihuni oleh hewan-hewan seperti kuda nil dapat memahami lebih banyak tentang penyebaran manusia di seluruh dunia. Periode penghijauan ini mungkin telah memberikan kesempatan bagi manusia dan juga spesies lain, untuk bergerak melintasi bentangan Sahara yang biasanya sangat sulit untuk dilalui.
"Kemampuan kami untuk memodelkan periode lembab di Afrika Utara merupakan pencapaian besar. Kami sekarang lebih mampu memodelkan penyebaran manusia dan memahami evolusi genus kami di Afrika,” kata dia dalam studinya yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications.