Rabu 04 Oct 2023 11:02 WIB

Musim Kemarau Kasus DBD di Dunia Justru Naik, Ini Penjelasan Ilmuwan

Ilmuwan mengaitkan kejadian peningkatan kasus DBD dengan fenomena iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Di sejumlah negara melaporkan peningkatan dramatis dari kasus demam berdarah (DBD) di musim panas.
Foto: www.freepik.com
Di sejumlah negara melaporkan peningkatan dramatis dari kasus demam berdarah (DBD) di musim panas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara telah mengalami peningkatan dramatis dalam kasus demam berdarah pada tahun 2023. Para ahli mengaitkan fenomena ini dengan iklim yang memanas dan pergerakan manusia yang lebih besar di seluruh dunia.

Dengan fase cuaca El Nino yang diperkirakan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, para ahli khawatir situasinya akan menjadi tidak terkendali. El Nino merupakan pemanasan suhu muka laut (SML) di atas normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Baca Juga

"Kita tidak belajar dari pandemi Covid. Dengan fenomena iklim yang akan datang, ini bisa menjadi bencana,” kata Christian Requena, kepala regional asosiasi medis nasional di Piura, wilayah utara Peru.

Demam berdarah kini menjadi endemik di sebagian besar negara di Amerika Latin, tetapi wabah telah menyebar ke daerah-daerah baru secara global, dan jumlah kasus di seluruh dunia telah meningkat dengan cepat tahun ini. Para ilmuwan mengatakan, iklim yang menghangat tidak hanya membawa lebih banyak negara dan wilayah di daerah beriklim sedang dan lebih dingin ke dalam jangkauan nyamuk pembawa demam berdarah, tetapi juga meningkatkan kecepatan perkembangbiakan dan penularan.

Pada akhir September, pihak berwenang Bangladesh dan para dokter di Sudan memperingatkan bahwa ratusan orang telah meninggal dunia dan layanan kesehatan menjadi tegang. Beberapa negara lain juga dalam keadaan siaga, termasuk Argentina, Bolivia, Jamaika, Peru, Sri Lanka, dan Thailand.

Demam berdarah, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang kini ditemukan di 130 negara, sering kali tidak menunjukkan gejala, tetapi juga dapat menyebabkan demam tinggi, nyeri tubuh, mual, dan ruam. Kasus-kasus yang parah bisa mematikan. Tidak ada pengobatan khusus dan tidak ada obat yang diketahui.

Demam berdarah telah meningkat di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat peningkatan delapan kali lipat antara tahun 2000 dan 2022, dan lebih dari separuh populasi dunia berisiko. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat.

Sayangnya, demam berdarah kurang mendapat perhatian dan dana yang dialokasikan lebih sedikit dibandingkan dengan malaria, yang secara historis telah membunuh 10 kali lebih banyak orang dalam satu tahun. Namun, situasi ini bisa saja berubah.

“Seiring dengan meningkatnya suhu, nyamuk Anopheles yang menyebabkan cenderung menurun. Semenyara itu, spesies Aedes yang bertanggung jawab atas demam berdarah akan menyebar,” kata Michael Macdonald, seorang ahli entomologi yang telah bekerja sebagai konsultan untuk WHO dan kelompok-kelompok internasional lainnya, seperti dilansir The New Humanitarian, Rabu (4/10/2023).

Wabah DBD di Peru yang memiliki tingkat kematian tertinggi di Amerika tahun ini, mencerminkan apa yang terjadi di beberapa negara lain, dan memberikan gambaran sekilas tentang apa yang akan terjadi jika prediksi El Nino yang kuat menjadi kenyataan. Hingga pertengahan September, terdapat lebih dari 250 ribu kasus demam berdarah dan 419 kematian di Peru tahun ini, dibandingkan dengan 77 kematian selama wabah sebelumnya pada tahun 2017. Lebih dari 75 ribu infeksi terjadi di Piura, salah satu wilayah termiskin di negara itu.

Para ahli mengatakan bahwa pencegahan dini seperti gerakan membersihkan sarang nyamuk di sekitar rumah, dapat membantu mencegah wabah DBD. Sementara itu, komunitas ilmiah sedang mengerjakan vaksin baru dan mengembangkan metode baru untuk melawan nyamuk yang bertanggung jawab atas infeksi.

Vaksin yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan Uni Eropa telah tersedia, tetapi hanya untuk individu yang telah memiliki satu infeksi yang terkonfirmasi. Ada empat jenis serotipe virus dengue yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Infeksi memang memberikan kekebalan bagi tubuh, tetapi hanya untuk serotipe tersebut.

Seseorang yang pernah terinfeksi salah satu jenis serotope dapat terinfeksi dengan jenis yang berbeda, dan mungkin mengalami kondisi yang lebih serius karena respons kekebalan yang kuat.

Akhir tahun lalu, Uni Eropa mengesahkan vaksin kedua, terlepas dari riwayat paparan sebelumnya. Beberapa vaksin lainnya sedang dalam tahap pengujian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement