Kamis 05 Oct 2023 16:10 WIB

Perubahan Iklim Sebabkan Pasokan Kopi Terancam, Starbucks Mulai Budi Daya

Starbucks memulai budidaya kopi varietas Arabika baru.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Peningkatan suhu panas membuat kopi jenis Arabika lebih sulit untuk tumbuh.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Peningkatan suhu panas membuat kopi jenis Arabika lebih sulit untuk tumbuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kopi terutama varietas arabika membutuhkan perhatian lebih dalam perawatannya. Agar tumbuh dengan baik, tanaman kopi memerlukan suhu, cahaya, serta tingkat kelembaban yang spesifik. Dan perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi bisnis kopi dan petani.

Inter-American Development Bank (IADB), sebuah lembaga keuangan yang melayani Amerika Latin dan Karibia, memperkirakan bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan berkurangnya area yang cocok untuk ditanami kopi hingga 50 persen di tahun 2050.

Baca Juga

“Perubahan iklim dalam membuat pasokan kopi menjadi terancam, karena berkurangnya area yang cocok untuk ditanami kopi,” kata IADB dalam sebuah pernyataan dilansir CNN Business, Kamis (5/10/2023).

Merespon hal ini, perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global, Starbucks, mengembangkan varietas arabika baru yang secara khusus dibudidayakan agar dapat bertahan lebih baik di planet yang memanas.

Selama lebih dari 10 tahun, para ahli agronomi di Starbucks telah mengembangbiakkan berbagai jenis pohon kopi. Mereka mencoba menemukan pohon kopi yang bisa menghasilkan buah dalam jumlah banyak pada periode waktu yang singkat, serta tahan terhadap penyakit karat daun kopi. Ini merupakan jenis penyakit yang menyerang pohon kopi dan diperparah oleh perubahan iklim.

Setelah melakukan eksperimen, perusahaan telah mendapatkan enam varietas yang sesuai dan memenuhi standar rasa serta cita rasa perusahaan. Sebuah katalog yang menjelaskan enam varietas baru Starbucks tersedia bagi para petani di perkebunan kopi Hacienda Alsacia milik perusahaan, sebuah pusat pendidikan dan penelitian di Kosta Rika, Amerika Tengah.

Katalog tersebut mencantumkan profil rasa untuk setiap tanaman. Ada yang menghasilkan kopi dengan aroma melon, madu dan tebu, sementara yang lain menawarkan rasa jeruk, herbal dan bunga. Katalog tersebut juga menguraikan karakteristik pertumbuhan tanaman, seperti ketinggian tempat ia akan bertahan, ukuran dan struktur tanaman, serta berapa tahun waktu yang dibutuhkan sampai produksi pertama.

"Beberapa varietas yang sedang kami teliti dan uji coba akan dipanen dalam siklus dua tahun," kata Michelle Burns, wakil presiden eksekutif global coffee, social impact and sustainability Starbucks.

Varietas kopi lainnya, seperti robusta dan liberika, dapat bertahan lebih baik daripada arabika dalam kondisi sulit seperti ini. Namun para barista dan pengusaha kopi cenderung menghindari varietas-varietas ini karena konsumen menyukai rasa dan aroma arabika.

Pohon kopi yang tahan karat mungkin menjadi pilihan yang menarik bagi petani. Namun, hal ini dinilai tidak akan menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. “Cara ini tidak akan memperbaiki perubahan iklim bagi petani,” kata Monika Firl, penasihat senior untuk program kopi Fairtrade International.

Firl berpendapat bahwa agar kopi dapat berkelanjutan, perlu ada pergeseran dari model perkebunan kopi industri. "Kita harus mengembalikan kopi ke akarnya di hutan," ujarnya, untuk mendorong ekosistem yang sehat.

Dalam laporan tahunan terbarunya, Starbucks juga menyebutkan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi harga dan pasokan kopi. Perubahan iklim, cuaca buruk, berkurangnya ketersediaan air, dan hama tanaman dapat membuat kopi membuat harga kopi semakin melonjak.

Starbucks, dengan hampir 36 ribu lokasi di seluruh dunia sangat bergantung pada petani. Starbucks membeli kopi dari sekitar 400 ribu petani di 30 negara. Mereka, bersama dengan petani kopi lainnya di seluruh dunia, sedang berjuang untuk beradaptasi dengan pemanasan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement