REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelombang panas, atau cuaca panas dan terik menjadi salah satu fenomena peningkatan suhu cuaca ekstrem. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, gelombang panas atau heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut dimana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celcius atau lebih. Gelombang panas merupakan salah satu bahaya alam yang paling berbahaya, tetapi jarang mendapat perhatian yang memadai karena jumlah korban jiwa dan kerusakan yang ditimbulkannya tidak selalu terlihat dengan jelas.
Menurut catatan WHO, dari tahun 1998-2017, lebih dari 166 ribu orang meninggal akibat gelombang panas, termasuk lebih dari 70 ribu orang yang meninggal selama gelombang panas tahun 2003 di Eropa. Paparan populasi terhadap panas meningkat karena perubahan iklim. Secara global, kejadian suhu ekstrem diamati meningkat dalam hal frekuensi, durasi, dan besarannya. Antara tahun 2000 dan 2016, jumlah orang yang terpapar gelombang panas meningkat sekitar 125 juta.
Meskipun dampak panas dapat diperburuk di perkotaan, karena efek panas perkotaan (urban heat island/UHI), mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat non-perkotaan juga dapat sangat terganggu selama dan setelah periode cuaca panas yang tidak biasa.
Gelombang panas juga dapat membebani layanan kesehatan serta meningkatkan tekanan pada air, energi dan transportasi yang mengakibatkan kekurangan listrik atau bahkan pemadaman listrik. Ketahanan pangan dan mata pencaharian juga dapat terganggu jika masyarakat kehilangan hasil panen atau ternak mereka karena panas yang ekstrim.
Lantas mengapa gelombang panas terjadi? Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) gelombang panas terjadi karena udara panas yang terperangkap di suatu wilayah yang disebabkan anomali dinamika atmosfer yang memicu aliran bergerak secara luas, seperti misalnya ada sistem tekanan tinggi dalam skala luas dan terjadi cukup lama.
Penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas atau cuaca panas terik lebih mungkin terjadi. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh World Weather Attribution Initiative mengungkap bahwa tanpa pemanasan yang disebabkan oleh manusia, gelombang panas hampir tidak mungkin terjadi. Ketika iklim menghangat, probabilitas dan tingkat keparahan gelombang panas berubah secara dramatis.